Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Begini Cara Laporkan Aset Keuangan dan Investasi dalam SPT Pajak

Kompas.com - 12/03/2018, 08:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan semakin berkembangnya tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat, kepemilikan terhadap produk dan jasa aset keuangan dan investasi seperti tabungan, deposito, obligasi, reksa dana, dan asuransi unit link semakin meningkat. Pertanyaannya bagaimana cara melaporkan aset tersebut dalam SPT Pajak Tahunan?

Pada dasarnya SPT pajak terdiri dari 3 bagian yaitu Penghasilan, Harta dan Kewajiban. Pencatatan aset keuangan dan investasi biasanya dicatatkan pada 2 bagian saja yaitu Harta dan Penghasilan jika aset tersebut memberikan penghasilan.

Sebagai Harta

Sebetulnya bagian Harta dalam SPT terdapat pada bagian belakang. Bagian depannya adalah penghasilan. Namun untuk memudahkan pemahaman, pembahasan dimulai dari bagian Harta terlebih dahulu.

Perpajakan telah memiliki kode khusus untuk Aset Keuangan dan Investasi sebagai berikut :

Kas dan Setara Kas:    
011: uang tunai
012: tabungan
013: giro
014: deposito
019: setara kas lainnya    

Investasi
031: saham yang dibeli untuk dijual kembali (Perusahaan Terbuka – Tbk)
032: saham (Perseroan Terbatas – PT)
033: obligasi perusahaan
034: obligasi pemerintah Indonesia (Obligasi Ritel Indonesia atau ORI, surat berharga syariah negara, dll)
035: surat utang lainnya
036: reksa dana
037: instrumen derivatif (right, warran, kontrak berjangka, opsi, dll)
038: penyertaan modal dalam perusahaan lain yang tidak atas saham meliputi penyertaan modal pada CV, Firma dan sejenisnya
039: investasi lainnya

Untuk aset dalam bentuk Kas dan Setara Kas, pelaporan menggunakan saldo per tanggal 31 Desember. Sementara untuk aset dalam bentuk investasi, pelaporan menggunakan Harga Perolehan sesuai dengan periode pembelian harta tersebut dilakukan.

Harga Perolehan

Yang dimaksud dengan Harga Perolehan adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh harta tersebut. Seiring dengan perkembangan, harta dalam bentuk aset keuangan dan investasi tersebut bisa mengalami kenaikan atau penurunan atau dikenal dengan istilah Harga Pasar.

Karena ketidaktahuan atau keterbatasan informasi yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan, umumnya harga pasar inilah yang dicatatkan investor dalam SPT pajaknya.

Praktik ini kurang tepat karena pencatatan harta dalam SPT perpajakan selalu menggunakan harga perolehan. Hal ini berlaku juga untuk harta lainnya berbentuk tanah dan bangunan.

Apa risiko dari pencatatan menggunakan harga pasar? Sebagai contoh, Wajib Pajak pada tahun 2016 mencatatkan kepemilikan saham yang dibeli dengan harga perolehan senilai Rp 100 juta. Kemudian pada tahun 2017, saham tersebut mengalami peningkatan harga yang pesat sehingga nilainya menjadi Rp 250 juta. Wajib pajak belum menjual saham pada akhir tahun.

Angka Rp 250 juta dilaporkan sebagai Harta dalam bentuk saham pada SPT tahun 2017.

Pelaporan dengan cara demikian berpotensi menimbulkan masalah, apabila pada tahun 2017, total penghasilan yang dilaporkan oleh WP adalah Rp 120 juta. Laporan tersebut, oleh petugas pajak berpotensi dibaca sebagai berikut:

Penghasilan pada tahun 2017 adalah Rp 120 juta, sementara terdapat peningkatkan kekayaan sebesar Rp 150 juta dari Rp 100 juta menjadi Rp 250 juta. Bagaimana mungkin orang dengan penghasilan Rp 120 juta sebelum dikurangi biaya hidup mampu menambah hartanya sebesar Rp 150 juta, jika demikian berarti ada penghasilan yang belum dilaporkan.

Ketidaksesuaian antara penghasilan dengan pertambahan kekayaan ini berpotensi menyebabkan dilakukannya pemeriksaan oleh petugas pajak. Walaupun bisa dijelaskan, tentu akan merepotkan apabila dipanggil dan melakukan klarifikasi.

Untuk itu, berapapun harga pasarnya apakah naik atau turun, Wajib Pajak cukup melaporkan sebesar nilai perolehan yaitu Rp 100 juta pada SPT 2017 (tidak berubah dari tahun 2016). Hal ini berlaku untuk semua jenis harta baik harta berbentuk keuangan dan investasi maupun harta lainnya.

Apabila harta tersebut dijual pada tahun 2017, maka terjadi perubahan wujud harta dari saham menjadi (katakanlah) tabungan. Maka yang dilaporkan adalah Harta dalam bentuk Tabungan Rp 250 juta. Karena ada kegiatan penjualan, maka Wajib Pajak perlu melaporkannya pada bagian Penghasilan.

Sebagai Penghasilan

Dalam formulir SPT 1770-S kolom penghasilan yang tersedia adalah sebagai berikut :

Atas penghasilan yang diperoleh dari harta berbentuk aset keuangan investasi, ada yang sifatnya kena pajak final (bagian A) dan tidak termasuk objek pajak (bagian B)

Yang dimaksud dengan Penghasilan yang dikenakan PPH Final dan atau Bersifat Final adalah penghasilan yang tarif pajaknya ditetapkan dalam persentase tertentu. Sebagai contoh, atas bunga deposito dikenakan pajak final 20 persen, atas kupon dan keuntungan obligasi dikenakan pajak final 15 persen, atas penjualan saham dikenakan pajak final 0,1 persen dan atas dividen saham dikenakan pajak final 10 persen.

Karena sudah bersifat final, biasanya pada saat diterima oleh investor sudah langsung dipotong oleh lembaga jasa keuangan sehingga wajib pajak tidak perlu lagi membayar, cukup melaporkan saja.

Misalkan jika wajib pajak menerima pembayaran bunga Rp 8 juta, sebenarnya pendapatan brutonya adalah Rp 10 juta karena sebesar 20% dipotong pajak final. Dalam pelaporan sebesar Rp 10 juta dilaporkan sebagai pendapatan bruto dan Rp 8 juta dilaporkan sebagai pph terutang.

Untuk penjualan saham, misalkan investor membeli saham pada harga Rp 100 juta dan menjualnya senilai Rp 250 juta, maka yang dilaporkan adalah Rp 250 juta pada kolom A.3 sebagai penghasilan bruto dan 0,1 persen atau sebesar Rp 250.000 pada PPh Terutang.

Biasanya pajak final 0,1 persen ini sudah termasuk dalam biaya penjualan saham.
Jangan lupa untuk menyimpan/meminta bukti potong ataupun mutasi transaksi dari masing-masing lembaga jasa keuangan seandainya sewaktu-waktu diminta.

Kemudian untuk penghasilan yang berasal dari uang pertanggungan asuransi, keuntungan atas penjualan unit link dan reksa dana masuk dalam kategori Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak. Untuk penghasilan kategori ini, wajib pajak tidak dikenakan pajak penghasilan lagi, tetapi cukup melaporkan saja.

Untuk reksa dana dan unit link, pelaporannya agak berbeda dengan saham karena yang dilaporkan adalah keuntungan dari transaksi penjualan. Misalkan harga perolehan Rp 100 juta, penjualan Rp 120 juta, maka yang dilaporkan adalah sebesar Rp 20 juta sebagai Penghasilan Lainnya Yang Tidak Termasuk Objek Pajak (Point B.6). Sementara jika rugi, tidak perlu dilaporkan.

Apakah ada skenario aset keuangan dan investasi dilaporkan sebagai kewajiban? Skenario ini dimungkinkan apabila wajib pajak memperoleh harta tersebut dari sumber yang sifatnya pinjaman. Pinjaman tersebut bisa berasal dari pihak lain, bisa juga berasal dari lembaga jasa keuangan tempat investor melakukan transaksi.

Sebagai contoh, investor membeli saham senilai Rp 100 juta dimana, Rp 75 juta berasal dari kekayaan dia sendiri dan sebesar Rp 25 juta berasal dari pinjaman margin perusahaan sekuritas. Maka pelaporannya sebagai berikut sebesar Rp 100 juta dalam bentuk saham dan sebesar Rp 25 juta dalam bentuk hutang.

Harus diakui bahwa pemahaman akan perpajakan dan aset investasi belum merata di semua masyarakat, kalangan konsultan konsultan dan bahkan di kalangan Account Officer Pajak itu sendiri. Akibatnya terkadang penjelasan tentang tata cara pelaporan bisa berbeda pula.

Yang harus dipahami oleh masyarakat dan wajib pajak adalah dalam pelaporan pajak, yang menjadi poi penting adalah seluruh harta dilaporkan dan pertambahan harta selaras dengan penghasilan yang dilaporkan serta penambahan hutang.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com