CIKAMPEK, KOMPAS.com - Di masa kini, tantangan bagi dunia pertanian Indonesia adalah tingginya permintaan akan pangan berkualitas. "Untuk mendapatkan pangan berkualitas, pengelolaan tanaman mulai dari bibit harus berkualitas pula," kata Country Head Syngenta Indonesia Parveen Kathuria pada Rabu (14/3/2018).
Dalam kesempatan itu, Parveen yang mendampingi ASEAN Territory Head Syngenta Alex Berskovskly meluncurkan herbisida pengendali gulma tanaman pangan, Apiro.
Parveen membeberkan, pengendalian gulma sebagaimana riset pihaknya adalah pekerjaan yang berat, melelahkan, dan memakan biaya. "Ada 30 persen dari total petani di Indonesia mengendalikan gulma dengan cara mencabut dengan tangan," ujar Praveen.
Catatan yang dikutip Parveen, antara lain CropLife Asia, menunjukkan bahwa gulma menjadi sumber kerugian ekonomis bagi petani. Angkanya mencapai 75,6 juta dollar AS per tahun. Gulma menyebabkan kehilangan hasil produksi pertanian dunia hingga 40 persen.
Sementara itu, terkait swasembada pangan, Alex Berskovskly mengatakan pihaknya menyasar target peningkatan produksi hingga 50 persen untuk 20 juta petani kecil di ASEAN pada 2020. Target ini direalisasikan melalui program Good Growth Plan.
"Di Indonesia, kami sudah menjalin kerja sama dengan pemerintah, petani, dan mitra kami," tutur Alex Berskovskly.
Salah satu perwujudan swasembada pangan itu, kata Head of Marketing, CU Indonesia PT Cyngenta Indonesia Dedy Koerniawan dalam kesempatan itu ada di bidang budidaya jagung. "Kami mengandalkan produk kami, jagung NK 212," tuturnya.
Kata Dedy, NK 212 adalah komitmen pihaknya membantu pemerintah dalam gerakan untuk jagung subsidi. NK 212 diproduksi PT Syngenta Indonesia di fasilitas produksi bibit di Pasuruan, Jawa Timur. "Produksi kami cukup untuk membantu pemerintah dalam program jagung bersubsidi," pungkas Dedy Koerniawan.
(Baca: Sebanyak 60.000 Ton Jagung Indonesia Menuju Filipina)
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.