JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan garam industri tengah menjadi polemik, kebutuhan garam industri dalam negeri belum mampu disuplai oleh petambak garam lokal, dilain sisi sektor industri membutuhkan pasokan garam guna menjaga keberlanjutan produksinya.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, salah satu penyebab petambak garam lokal belum mampu memasok garam industri adalah persoalan lahan yang dapat mempengaruhi hasil produksi garam lokal.
"Pertama karena kan petambak garam kita itu punya lahannya cuma 1 sampai 2 hektar. Sehingga dia tidak mungkin memproses melalui pentahapan penyaringan, pengendapan. Jadi satu ladang garam ya dipakai pengendapan, ya dipakai pengkristalan," ujar Sigit saat ditemui di Kantor Pusat Kemenperin, Jakarta, Selasa (20/3/2018).
Baca juga : Luhut Ingin RI Tak Lagi Impor Garam Industri Setelah Tahun 2021
Selain itu, adanya faktor cuaca seperti kelembaban udara yang mempengaruhi kualitas dan kandungan garam.
"Humidity (kelembaban udara) kita kan tinggi 80 persen. Dibandingkan Australia cuma 30 persen. Sehingga tingkat kekeringan kristal maupun kemurnian kristalnya itu yang terbentuk yang ada di Australia," papar Sigit.
Dari berbagai persoalan tersebut, kandungan garam produksi lokal belum mampu masuk kedalam kriteria garam industri yang diinginkan pelaku industri.
"Kualitas beda, garam lokal nacl (natrium klorida) 94 persen saja. Untuk jadi garam industri harus 97 persen ke atas," ungkap Sigit.
Baca juga : Menperin Tegaskan Impor Garam untuk Kebutuhan Bahan Baku Industri
Sementara itu, guna menghindari terjadinya kelangkaan garam industri, Kementerian Perindustrian baru saja menerbitkan rekomendasi izin impor garam industri kepada 27 perusahaan.
Rekomendasi ini menyusul diterbitkannya peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang tata cara pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri yang diteken oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
"Rekomendasi dikeluarkan sudah 676.000 ton untuk 27 perusahaan," ujar Sigit.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.