Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pemerintah Pilih Impor Garam Industri

Kompas.com - 20/03/2018, 18:23 WIB
Pramdia Arhando Julianto,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan garam industri tengah menjadi polemik, kebutuhan garam industri dalam negeri belum mampu disuplai oleh petambak garam lokal, dilain sisi sektor industri membutuhkan pasokan garam guna menjaga keberlanjutan produksinya.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, salah satu penyebab petambak garam lokal belum mampu memasok garam industri adalah persoalan lahan yang dapat mempengaruhi hasil produksi garam lokal.

"Pertama karena kan petambak garam kita itu punya lahannya cuma 1 sampai 2 hektar. Sehingga dia tidak mungkin memproses melalui pentahapan penyaringan, pengendapan. Jadi satu ladang garam ya dipakai pengendapan, ya dipakai pengkristalan," ujar Sigit saat ditemui di Kantor Pusat Kemenperin, Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Baca juga : Luhut Ingin RI Tak Lagi Impor Garam Industri Setelah Tahun 2021

Selain itu, adanya faktor cuaca seperti kelembaban udara yang mempengaruhi kualitas dan kandungan garam.

"Humidity (kelembaban udara) kita kan tinggi 80 persen. Dibandingkan Australia cuma 30 persen. Sehingga tingkat kekeringan kristal maupun kemurnian kristalnya itu yang terbentuk yang ada di Australia," papar Sigit.

Dari berbagai persoalan tersebut, kandungan garam produksi lokal belum mampu masuk kedalam kriteria garam industri yang diinginkan pelaku industri.

"Kualitas beda, garam lokal nacl (natrium klorida) 94 persen saja. Untuk jadi garam industri harus 97 persen ke atas," ungkap Sigit.

Baca juga : Menperin Tegaskan Impor Garam untuk Kebutuhan Bahan Baku Industri

Sementara itu, guna menghindari terjadinya kelangkaan garam industri, Kementerian Perindustrian baru saja menerbitkan rekomendasi izin impor garam industri kepada 27 perusahaan.

Rekomendasi ini menyusul diterbitkannya peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang tata cara pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri yang diteken oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

"Rekomendasi dikeluarkan sudah 676.000 ton untuk 27 perusahaan," ujar Sigit.

Sigit mengatakan, saat ini terdapat 500 perusahaan sektor industri yang menggunakan garam sebagai bahan baku produksinya, mulai dari industri farmasi, kimia, kertas, makanan dan minuman, tekstil, hingga industri detergen.

Baca juga : Izin Impor Garam Diteken Presiden Jokowi

Adapun, rekomendasi impor garam industri sebanyak 676.000 ton merupakan bagian dari sisa kuota sebesar 1,33 juta.

Sebab, dari total kuota yang ditetapkan sebesar 3,7 juta ton, sudah diterbitkan izin impor dengan kuota 2,37 juta ton.

Sedangkan sisa kuota sebesar 654.000 ton akan dipasok dari hasil produksi petani dalam negeri dan akan diserap oleh industri pengolahan garam. "Jadi tidak 1,3 juta kita berikan semua (impor). kita berikan slot untuk garam lokal," ungkapnya.

Berdasarkan catatan Kemenperin, kendala pengembangan garam industri di Indonesia akibat sarana prasarana berupa listrik, dermaga, dan logistik yang minim.

Baca juga : Pengusaha Makanan Minuman Akui Stok Garam Industri Kian Menipis

Kendala lain yakni keterbatasan sumber daya alam, hak tanah adat yang sulit diakuisisi, serta modal yang besar.

Penguasaan lahan sebanyak 3.700 hektar oleh swasta sejak 1994 juga belum dimanfaatkan sampai saat ini.

Kompas TV Aturan yang diteken Presiden Jokowi ini mempereteli kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam hal rekomendasi impor garam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Whats New
PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

Whats New
Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Whats New
LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

Whats New
Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com