Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kriteria Penerima "Student Loan" yang Disarankan Perencana Keuangan

Kompas.com - 21/03/2018, 07:17 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah masih menggodok rencana penerapan program pinjaman dana pendidikan bagi mahasiswa atau student loan.

Program ini diusulkan Presiden Joko Widodo dalam rangka mengubah kebiasaan masyarakat di Indonesia, dari yang umumnya kredit untuk barang konsumsi menjadi kredit untuk jasa pendidikan.

(Baca: "Student Loan" Jangan Sampai Dianggap sebagai Uang Berkah)

Perencana keuangan dari Finansia Consulting, Eko Endarto mengungkapkan, penerima program student loan dapat menyasar mahasiswa yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana, baik untuk Strata Dua maupun Strata Tiga, bukan Strata Satu.

Hal itu dikarenakan kebiasaan di Indonesia secara umum di mana orangtua masih menanggung pendidikan anaknya hingga S-1.

"Kalau S-1 sih enggak terlalu membantu, karena di Indonesia sekolah itu masih jadi tanggungan orangtua sampai S1 biasanya, kecuali untuk kasus-kasus tertentu," kata Eko saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/3/2018).

Menurut Eko, kebiasaan di Indonesia berbeda dengan luar negeri, di mana orangtua sudah membiarkan anaknya mandiri termasuk dalam hal membiayai pendidikan tingginya. Sementara di Indonesia, mereka yang mau melanjutkan pendidikan sampai S-2 dan S-3 biasanya membiayai pendidikannya sendiri tanpa tergantung kepada orangtua lagi.

"Program ini kan sebenarnya untuk menjembatani mereka-mereka yang tidak punya dana tapi mau sekolah. Bukan mereka yang pintar ya, karena bisa cari beasiswa," tutur Eko.

Kriteria selanjutnya yang dinilai perlu ada adalah standar pembuatan proposal oleh penerima student loan. Proposal yang dimaksud berisi tentang target sang penerima, mulai dari target menyelesaikan pendidikan, berapa lama mereka akan mencari pekerjaan, dan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk melunasi pinjaman dana pendidikan setelah mendapatkan pekerjaan.

Pembuatan proposal itu dinilai penting selain untuk memberi kepastian terhadap kelangsungan program student loan, juga dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab penerima dananya. Terlebih, ke depan biaya pendidikan akan semakin mahal dan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat.

"Jadi, ada konsep yang jelas dari penerimanya. Kalau misalkan mereka tidak bisa bayar juga, pemerintah bisa kasih tempat untuk kerja di daerah-daerah, sehingga mereka bisa melunasinya sebagai pegawai pemerintah sementara," ujar Eko.

Indonesia sebenarnya sudah pernah menjalankan program student loan di tahun 1980-an lalu. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir yang menjadi salah satu penerima student loan menceritakan, program itu efektif membantu mahasiswa tingkat akhir yang sudah tidak dibiayai oleh orangtuanya.

"Tapi, ada masalah lain, rata-rata enggak bayar (cicilan pinjaman) semua karena mereka hanya butuh fotokopi ijazah dan legalisasi. Itu yang dibawa ke mana-mana," ucap Nasir, beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com