Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
William Henley
Pendiri Indosterling Capital

Pendiri Indosterling Capital

"Hat-trick" Defisit Neraca Perdagangan

Kompas.com - 22/03/2018, 17:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Latief

KOMPAS.com - Sebuah hat-trick tercatat dalam neraca perdagangan Indonesia pekan lalu. Namun, hat-trick tersebut bukan dalam konteks positif seperti dalam urusan sepak bola melalui raihan tiga gol oleh sang pemain. Hat-trick kali ini terasa hambar.

Pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan kinerja perdagangan Indonesia pada Februari 2018. BPS melaporkan nilai ekspor mencapai 14,1 miliar dolar Amerika Serikat, sementara nilai impor sebesar 14,21 miliar dolar AS sehingga neraca perdagangan Indonesia defisit 116 juta dolar AS.

Menurut BPS, defisit kali ini adalah yang ketiga kali secara berturut-turut dan yang pertama sejak 2014. Pada Januari 2018, neraca perdagangan defisit 756 juta dolar AS.

Kemudian, satu bulan sebelumnya atau Desember 2017, kinerja perdagangan juga defisit 220 juta dolar AS. Jika diakumulasi, maka hat-trick defisit neraca perdagangan sudah menembus 1,1 miliar dolar AS.

Semua itu tentu perlu diperhatikan dengan seksama, teliti, dan cermat. Karena pengaruh defisit neraca perdagangan bisa menjalar ke mana-mana, termasuk pertumbuhan ekonomi.

Mengapa defisit?

Neraca perdagangan adalah perbedaan antara nilai ekspor dan impor barang dan jasa suatu negara pada periode tertentu. Neraca diukur dengan menggunakan mata uang yang berlaku. Apabila terjadi surplus, artinya nilai ekspor lebih tinggi ketimbang nilai impor.

Begitu juga sebaliknya. Ditarik mundur ke belakang, defisit neraca perdagangan Indonesia terjadi pada 2012. Nilainya mencapai 1,66 miliar dolar AS.

Defisit tersebut merupakan yang pertama sejak 1961. Pemicu terbesarnya adalah neraca perdagangan minyak dan gas yang mengalami defisit.

Jika dicermati lebih detail, defisit kali ini terjadi pada tiga bulan, yaitu Desember, Januari, dan Februari. Biasanya, kegiatan industri dalam negeri sedang giat-giatnya pada periode ini, yaitu akhir tahun dan awal tahun.

Maka, tak perlu bingung apabila impor bahan baku dan barang modal yang begitu dibutuhkan meningkat tajam. Ini tergambar dalam data BPS Februari lalu.

Nilai impor bahan baku mengalami kenaikan sebesar 24,76 persen dibandingkan Januari 2018. Begitu juga dengan impor barang modal yang naik 30,90 persen.

Sebagaimana dijelaskan pada pembuka tulisan, defisit neraca perdagangan patut diwaspadai karena dapat berdampak kepada pertumbuhan ekonomi. Secara empiris, kinerja perdagangan bisa menghasilkan kontribusi positif maupun negatif pada produk domestik bruto Indonesia.

Sebagai contoh pada 2012 lalu. Defisit 1,66 miliar dolar AS itu berkontribusi negatif sebesar 0,19 persen terhadap PDB. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkoreksi dari 6,17 persen pada 2011 menjadi 6,03 persen.

Kondisi yang sama bertahan pada 2013 dan 2014. Ketika neraca perdagangan mulai positif, ambil contoh pada 2016 (surplus 9,53 miliar dolar AS), maka pertumbuhan ekonomi juga terbantu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com