Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HET Dinilai Tidak Efektif Stabilkan Harga Pangan

Kompas.com - 29/03/2018, 18:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

KOMPAS.com - Pemerintah kembali menekankan pentingnya penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas pangan strategis sebagai upaya untuk menjaga kestabilan harga pangan jelang bulan Ramadan.

Padahal penerapan HET tidak efektif untuk mencapai tujuan tersebut. Panjangnya rantai distribusi menjadi salah satu penyebab tidak efektifnya kebijakan HET.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri menjelaskan, pemerintah harus mengevaluasi panjangnya rantai distribusi yang harus dilalui oleh komoditas pangan.

Misalnya saja beras, beras harus melalui empat sampai enam titik distribusi sebelum samai ke tangan konsumen.

Baca juga : Ini Ketentuan HET dan Kelas Mutu Beras

 

Pertama, petani akan menjual beras yang sudah dipanen kepada tengkulak atau pemotong padi, yang akan mengeringkan padi dan menjualnya kepada pemilik penggilingan.

Setelah padi digiling menjadi beras, pemilik penggilingan akan menjual beras tersebut ke pedagang grosir berskala besar yang memiliki gudang penyimpanan.

Kemudian pedagang grosir berskala besar ini akan kembali menjual beras tersebut kepada pedagang grosir berskala kecil di tingkat provinsi (seperti di Pasar Induk Beras Cipinang) atau kepada pedagang grosir antar pulau. Pihak terakhir inilah yang akan menjual beras kepada para pedagang eceran.

Menurut dia, dalam setiap rantai distribusi, margin laba terbesar dinikmati oleh para tengkulak, pemilik penggilingan padi atau pedagang grosir.

Baca juga : Kementan Ingatkan Kembali HET dan Mutu Beras

 

"Di Pulau Jawa, margin laba ini berkisar antara 60 persen - 80 persen per kilogram. Sebaliknya, para pedagang eceran justru hanya menikmati margin laba dengan kisaran antara 1,8 persen - 1,9 persen per kilogram,” ungkapnya.

Situasi ini menunjukkan keterlibatan pihak-pihak yang menikmati laba besar terbesar dalam rantai distribusi justru terjadi saat beras belum sampai di pasar eceran, termasuk pasar tradisional. Hal inilah yang mendasari argumen CIPS yang mengatakan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak efektif.

“Kebijakan ini memaksa para pedagang eceran untuk menurunkan harga jual beras, padahal mereka bukanlah pihak yang menyebabkan tingginya harga komoditas yang satu ini. Kebijakan ini juga membuat mereka rugi karena mereka membeli beras dengan harga yang lebih mahal dari HET dari para pedagang grosir,” tambah Novani.

Baca juga : Kawal HET Beras, Mendag Siap Turun Bersama Satgas Pangan dan Kementan

CIPS memandang segala bentuk intervensi pasar, seperti penetapan HPP dan HET untuk komoditas pangan tidak akan memberi dampak positif kepada harga komoditas tersebut dan juga kesejahteraan petani. Kebijakan ini justru mendistorsi harga pasar.

Kompas TV Berkurangnya stok beras medium menyebabkan Kementerian Perdagangan beserta Bulog langsung menggelar operasi pasar beras di Sulawesi Selatan dan Barat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com