KOMPAS.com - Arif Satria terpilih sebagai rektor IPB periode 2017-2022 pada November 2017 lalu dan dilantik pada pertengahan Desember 2017.
Arif dipilih melalui sidang Majelis Wali Amanat (MWA) IPB yang berjumlah 16 orang, termasuk Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, unsur senat akademik IPB, dosen IPB, mahasiswa IPB, dan masyarakat.
Sebelumnya Arif adalah Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB dan menyandang Dekan termuda di IPB. Dan kini di usia 46 tahun Arif memimpin kampus dengan belasan ribu mahasiswa dan ratusan akademisi.
Pengalaman Arif di kampus dan di luar kampus cukup lengkap. Sejumlah organisasi profesi bidang pertanian, kelautan, dan perikanan, telah ia masuki dan jadi pengurus penting di sana. Bahkan sejak mahasiswa, Arif telah aktif sebagai pemimpin mahasiswa di senat kampus dan organisasi ekstra kampus.
Baca juga : Sindiran Jokowi buat IPB dan Paradoks Pertanian Indonesia
Dalam pembuatan kebijakan, Arif juga berkontribusi dalam penyusunan peraturan dan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan yang menjadi spesialisasinya.
Antara lain dalam penyusunan Undang-Undang (UU) Perikanan No 31/2004, Revisi UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Penyusunan Konsep Ekonomi Biru, dan sejumlah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.
Sebagai rektor baru IPB Arif ingin membawa IPB menjadi kampus yang bisa berperan di era yang disebutnya penuh dengan turbulensi dan ketidakpastian. IPB ingin dibawa menjadi kampus yang terbuka bagi tumbuhnya kreativitas dan inovasi guna menggerakan perekonomian.
“Target saya ada 10 persen alumni IPB yang baru lulus, aktif di bidang wirausaha, ini sama dengan sekitar 400 start up baru,” terang Arif.
Bapak dua anak kelahiran Pekalongan, 17 September 1971 ini dikenal sebagai sosok yang dekat dengan sesama dosen dan mahasiswanya. Arif juga dikenal sebagai pribadi yang penuh inspirasi, terbuka, dan motivasi di kalangan mahasiswa dan akademisi IPB.
Arif berbincang seputar karirnya di kampus yang dimulai dengan gaji sebesar Rp 200.000 per bulan. “Kuncinya saat itu adalah kesabaran dan keyakinan,” jawabnya, mengingat masa-masa awal karirnya di dunia akademik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.