Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin Sebut Pembatasan Impor Bahan Baku Bisa Ganggu Produk Ekspor

Kompas.com - 13/04/2018, 15:38 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan pembatasan impor bahan baku berpotensi mengganggu produk-produk yang berorientasi ekspor.

Kepastian pasokan bahan baku menjadi salah satu faktor penting bagi Indonesia di tengah persiapan Revolusi Industri 4.0 yang mengandalkan proses otomatisasi dan standarisasi produk.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar menjelaskan, keberadaan bahan baku menjadi salah satu persoalan industri di Indonesia. Namun, kebijakan mengenai bahan baku tidak hanya berada di Kemenperin, melainkan lintas kementerian atau lembaga.

“Tidak mungkin industri tidak ada bahan baku. Sekarang ada masalah bahan baku karena ada aturan-aturan kita yang menghambat,” kata Haris dalam pernyataannya, Jumat (13/4/2018).

Baca juga: Kemenperin Tak Masalah Industri Masih Impor Bahan Baku

Menurut Haris, Presiden Joko Widodo saat ini sedang berupaya menurunkan ego sektoral masing-masing kementerian atau lembaga. Salah satunya dengan cara memangkas berbagai peraturan yang menghambat investasi dan ekspor.

Ia memberi contoh, tumpang tindih aturan di awal tahun 2018 di mana Kemenperin meminta Kementerian Perdagangan segera menerbitkan izin impor garam industri. Sebab banyak pelaku industri yang menjerit karena pasokan bahan baku garam telah menipis.

Namun Kementerian Perdagangan, tidak juga segera merespon permintaan dari Kementerian Perindustrian.

"Salah satu persoalan kita adalah bahan baku, yang dimulai dari garam. Permasalahan ketersedian bahan baku ini terjadi karena adanya aturan-aturan yang menghambat, seharusnya ini yang kita dorong," jelas Haris.

Permasalahan lainnya menyasar bahan baku untuk Industri Hasil Tembakau (IHT). Kementeriaan Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 84 Tahun 2017 tentang ketentuan impor tembakau.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam Indonesia Industrial Summit 2018 menyatakan Revolusi Industri 4.0 dilakukan dengan dukungan insentif, termasuk mendorong investasi dan ekspor. Strategi Indonesia memasuki masa ini adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan memperkuat fundamental struktur industri.

Kelima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, otomotif, elektronik, kimia, serta tekstil. Darmin mengatakan pertumbuhan ekspor sangat penting karena negara lain mulai mendorong ekspor untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi seiring meningkatnya permintaan global.

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adinegara menilai tujuan pemerintah meningkatkan ekspor sangat tepat karena akan menopang ekonomi nasional. Salah satu produk yang memberikan kontribusi ekspor yakni IHT yang trennya naik dari tahun ke tahun. Sampai tahun 2017, total nilai ekspor IHT tercatat 1,139 miliar dollar AS.

“Selain cukai, produksi rokok ini punya peran penting terhadap tenaga kerja langsung dan tidak langsung yang jumlahnya lebih dari tujuh juta orang. Intinya, banyak industri yang bergantung pada rokok,” jelas Bhima.

IHT adalah salah satu industri yang bahan baku dan bahan penolongnya berasal dari impor menyusul produksi dalam negeri yang belum mencukupi. Menurut Bhima, pembatasan impor akan menggoncang operasional industri yang berujung pada pengangguran dan gangguan pendapatan negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com