Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Kembalinya Keperkasaan Rupiah

Kompas.com - 19/04/2018, 10:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah sejak beberapa waktu terakhir bertengger pada kisaran Rp 13.700 per dollar AS. Pergerakan mata uang Garuda pun cenderung dinamis, namun secara umum dalam sekira sebulan terakhir, tetap pada level tersebut.

Data Bloomberg hingga penutupan perdagangan Rabu (18/4/2018) memperlihatkan, rupiah berada pada posisi Rp 13.776 per dollar AS. Angka tersebut melemah 10 poin atau 0,07 persen dibandingkan posisi pada pembukaan perdagangan, yakni Rp 13.773 per dollar AS.

Secara rata-rata harian, rupiah bergerak pada kisaran Rp 13.767 hingga Rp 13.778 per dollar AS. Adapun pada penutupan perdagangan sehari sebelumnya, rupiah bertengger pada posisi Rp 13.766 per dollar AS.

Selama setahun terakhir, rupiah bergerak pada kisaran Rp 13.126 hingga Rp 13.817 per dollar AS. Sejumlah ekonom dan analis memandang pelemahan rupiah lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal.

Baca juga : BI: Ada Potensi Penguatan Rupiah

Pada awal bulan lalu, misalnya, rupiah melemah hingga menembus level Rp 13.800 per dollar AS. Merosotnya kurs rupiah tersebut disebabkan sentimen testimoni bank sentral AS Federal Reserve yang menyatakan perekonomian AS terus mengalami perbaikan.

The Fed pun mengisyaratkan kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate secara gradual pada tahun ini. The Fed diprediksi bakal menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun 2018.

Pelemahan rupiah pun membuat terpaksa membuat cadangan devisa Indonesia merosot. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2018 tercatat sebesar 126 miliar dollar AS, turun dibandingkan posisi pada bulan sebelumnya yang mencapai 128,06 miliar dollar AS.

Penurunan cadangan devisa pada Maret 2018 terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa juga digunakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca juga : Kenaikan Peringkat RI oleh Moodys, Mengapa Rupiah Belum Menguat?

Bank Indonesia (BI) pun menilai, pelemahan rupiah disebabkan beragam kondisi eksternal. Pelemahan ini sejalan dengan pergerakan mata uang di kawasan, yang terutama disebabkan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan, rupiah belum menguat lantaran kondisi eksternal yang masih ada. Kondisi eksternal tersebut antara lain ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate.

Namun, bank sentral memandang, rupiah cenderung stabil. "Tentunya yang harus dilihat adalah pelemahan berlanjut dari rupiah itu tertahan," sebut Dody.

Meskipun demikian, bank sentral meyakini nilai tukar rupiah bakal segera menguat. Salah satunya adalah sentimen positif kenaikan peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional Moody's Investor Service.

Pekan lalu, Moody's menaikkan peringkat utang Indonesia dari Baa3 outlook positif menjadi Baa2 outlook stabil. Hal ini dapat mendorong keyakinan atas prospek perekonomian nasional.

Rupiah diprediksi baru akan kembali menguat di akhir kuartal II 2018. Ini disebabkan adanya beberapa faktor yang akan mendorong sentimen positif pada rupiah.

Penguatan rupiah di akhir kuartal II tahun ini lantaran bertepatan pula saat surat utang negara masuk dalam keranjang Bloomberg Global Index.

“Potensi penguatan mungkin kecil pada kuartal ini, tapi mungkin menjelang akhir kuartal," jelas Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi.

Kompas TV KPK mengusulkan agar pembatasan transaksi uang kartal bisa kembali diperkecil hingga 25 juta rupiah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com