Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Lakukan Langkah untuk Menjaga Kurs Rupiah

Kompas.com - 24/04/2018, 08:20 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo memberikan penjelasannya mengenai dinamika nilai tukar yang terjadi beberapa waktu terakhir. Agus menyatakan, sejak akhir pekan lalu, semua mata uang dunia mengalami penguatan.

"Mata uang AS (dollar AS), yang pada hari Jumat (20/4/2018) kemarin menguat tajam terhadap semua mata uang dunia, termasuk rupiah, pada hari Senin (23/4/2018), ini kembali mengalami penguatan secara meluas (broadbased)," kata Agus dalam keterangannya dari Washington DC, Selasa (24/4/2018).

Agus menuturkan, sama seperti yang terjadi di hari Jumat, penguatan dollar AS pada awal pekan ini masih dipicu meningkatnya imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS yang mendekati level psikologis 3 persen. Selain itu, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS Fed Fund Rate (FFR) sebanyak lebih dari 3 kali tahun ini pun kembali muncul.

Kenaikan yield dan suku bunga di AS dipicu oleh meningkatnya optimisme investor terhadap prospek ekonomi AS. Ini seirinv berbagai data ekonomi AS yg terus membaik dan ketegangan perang dagang antara AS dan China yang berlangsung selama tahun 2018.

Baca juga : Di Negara Berkembang, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Tidak Buruk

Sejalan dengan itu, pada hari awal pekan ini semua mata uang negara maju kembali melemah terhadap dollar AS. Mata uang yen Jepang melemah 0,25 persen, dollar Singapura melemah 0,35 persen, dan euro melemah 0,31 persen.

"Dalam periode yang sama, mayoritas mata uang negara emerging market, termasuk Indonesia, juga melemah," ujar Agus.

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, imbuh Agus, bank sentral telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar. Dengan upaya tersebut, nilai tukar rupiah yang pada hari Jumat sempat terdepresiasi sebesar 0,70 persen, pada hari Senin ini hanya melemah 0,12 persen.

Angka itu lebih rendah daripada depresiasi yang terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti peso Filipina yang melemah 0,32 persen, rupee India 0,56 persen, baht Thailand 0,57 persen, dan rand Afrika Selatan yang melemah 1,06 persen.

Baca juga : Rupiah Hampir Rp 14.000 Per Dollar AS, BI Sebut Faktor Eksternal Lebih Dominan

Agus menyatakan, sejak awal April 2018, rupiah telah melemah 0,91 persen. Adapun sejak awal tahun 2018, rupiah terdepresiasi 2,35 persen.

Menurut Agus, BI akan terus memonitor dan mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah, baik yang dipicu gejolak global (dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-China, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Indonesia) maupun yang bersumber dari kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik (terkait kebutuhan pembayaran impor, ULN, dan dividen yang biasanya cenderung meningkat pada kuartal II 2018).

"Untuk itu, Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya," tutur Agus.

Kompas TV Rupiah terus mengalami pelemahan. Faktor utama pelemahan rupiah adalah kenaikan suku bunga The Fed.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com