Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Platform, Kolaborasi, dan Era Baru Berkoperasi

Kompas.com - 26/04/2018, 05:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MARI bayangkanlah sebuah platform marketplace yang berisi aneka koperasi. Ketika hendak mendaftar anggota, Anda tinggal pilih koperasi mana yang terdekat dari rumah. Anda juga dapat memilihnya berdasar kesesuaian layanan atau jenisnya. Hal itu akan menjadi nyata dengan platform yang tengah dikembangkan para pegiat IT koperasi yang lakukan sarasehan pada 19-21 April di Medan tempo lalu.

Visinya adalah mengonsolidasi puspa ragam koperasi dalam satu platform atau aplikasi. Itu seperti gerbang dimana koperasi-koperasi terhimpun dan terhubung satu sama lain.

Dengan cara begitu, masyarakat dapat menikmati layanan koperasi yang paling sesuai dengan dirinya. Yang bersangkutan juga bisa menjadi anggota di beberapa koperasi sekaligus.

Ya, seperti saya atau Anda memiliki beberapa kartu ATM bank atau kartu member lainnya.

Lantas apa yang harus kita siapkan agar hal itu menjadi real, workable, dan usefull?

Platform digital

Agenda koperasi go online mulai terdengar di berbagai kota. Merespons literasi digital yang terus meningkat, sejak lima tahun belakangan koperasi mulai membangun layanan online.

Data menyebut per Januari 2018 ada 132 juta penduduk Indonesia yang mengakses internet. Itu sama dengan separoh jumlah penduduk negeri ini. Dari angka itu, 120 juta aktif bermedia sosial dengan ponsel pintarnya. Tren itu adalah salah satu sebabnya.

Tren itu selaras dengan ekosistem digital di Indonesia yang makin baik. Sebutlah jaringan internet mulai tersebar di pelosok-pelosok desa.

Memang masih ada beberapa yang masih blank spot, tapi tidak banyak. Harga ponsel pintar makin variatif dan terjangkau semua kalangan. Tak luput juga, tarif data makin murah dari aneka provider.

Infrastruktur itu datang pada waktu yang tepat saat generasi milenial tumbuh. Sekitar 35 persen penduduk Indonesia adalah anak muda, rentang usia 15-35 tahun. Itu sama dengan 93 juta jiwa jumlahnya. Mereka dikenal sebagai generasi yang gadget minded.

Di sisi lain, kelas menengah kita terus tumbuh, 74 juta jiwa pada 2012, naik menjadi 66,3 persen atau sebanyak 173 juta jiwa, berdasar data Susenas 2016 yang diolah kembali oleh Alvara Research Center.

Tak ayal dengan konteks demografi yang begitu menggembirakan, McKinsey Global Institute pada 2016 meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 10 persen pada 2025.

Salah satu sebabnya yakni perkembangan ekonomi digital yang pesat. Sampai-sampai dalam laporannya itu, Unlocking Indonesia's Digital Opportunity, McKinsey menyebut, "Indonesia is a mobile-first nation, approximately 75 percent of the online purchases are made via mobile devices".

Ponsel pintar, platform dan ekonomi digital nyata-nyata telah hidup dan menghidupi keseharian masyarakat kita. Dalam arena itu, tentu saja koperasi harus masuk dengan aneka rupa layanan digital. Bila tidak, koperasi akan merugi dan ditinggal anggotanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com