Sejauh ini, batik Iwing memakai 90 persen pewarna sintetis, sedangkan 10 persennya pewarna alam.
Menurut dia, batik dengan warna sintetis lebih diminati konsumen karena harganya lebih terjangkau dibandingkan batik dengan pewarna alami yang harganya memang jauh lebih mahal.
Memanfaatkan sisa kain
Iwing melihat prospek batik tidak hanya pada kain saja, tapi juga kerajinan yang terbuat dari sisa kain. Iwing pun memanfaatkan sisa kain jadi blangkon, tas, dompel, kalung, gelang dan aneka aksesoris wanita.
Untuk pembuatan blangkon, dia dibantu kakeknya, sedangkan aksesori dikerjakan bersama anak keduanya, Zahara Rizki.
“Semua dibuat dengan memanfaatkan sisa kain batik. Peminatnya lumayan banyak juga,” ucapnya.
Adapun untuk harga, Iwing membanderol batiknya di kisaran Rp 100.000 - Rp 1 juta per potong. Sementara aksesoris dijual Rp 10.000 - Rp 100.000 per buah.
Dari hasil usaha itu, dia bisa mengantongi omzet hingga Rp 20 juta per bulan. Iwing mengaku bersyukur karena bisa membantu perekonomian keluarga.
"Kalau dapat rezeki lebih lagi saya ingin tempat workshop yang lebih luas," pungkasnya.
Baca juga: Kisah Ershad, Mengolah Limbah Elektronik Jadi Perhiasan untuk Ekspor
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.