Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nufransa Wira Sakti
Staf Ahli Menkeu

Sept 2016 - Jan 2020: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan.

Saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak

Masih Perlukah Debat Terbuka Rizal Ramli dan Sri Mulyani?

Kompas.com - 28/04/2018, 15:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Untuk pembangunan dana desa dalam tahun 2017, telah dibangun 109.300 km jalan desa, 852,2 km jembatan, 303.473 unit sambungan air bersih, 3.715 embung desa, 38.330 posyandu, 16.794 pasar desa, 28.792 PAUD desa, 264.031 sumur dan MCK, serta 182.919 drainase dan irigasi.

Adapun untuk dana alokasi khusus fisik ke daerah, capaian di 2017 berupa 241 unit ambulans; 692 puskesmas keliling; 5.463 pembangunan/rehabilitasi sarana kesehatan; 2.790 pembangunan perumahan; 53.922 peningkatan kualitas rumah; 184.483 hektar pembangunan jaringan irigasi; 344.698 hektar rehabilitasi irigasi; 12.334 km peningkatan, pemeliharaan, dan pembangunan jalan; serta 8.956 m pemeliharaan, penggantian, dan pembangunan jembatan.

Sementara itu, Rizal Ramli masih berkutat dengan angka terkait utang dan tuduhan ugal-ugalan. Hal ini pun sudah dijelaskan secara komprehensif sebulan lalu.

Kini Rizal masuk ke ranah personal dengan menyerang kebijakan Sri Mulyani saat menjadi kali pertama menjabat Menkeu. Rizal mengatakan bahwa kebijakan Sri Muluani menjual goverment bond dengan yield lebih tinggi dari negara Filipina adalah kesalahan besar.

Rizal Ramli mungkin tidak melihat kondisi saat itu. Yield surat utang negara pada 2006 memang sedikit lebih tinggi dibandingkan negara tetangga (Filipina).

Hal itu terjadi mengingat inflasi Indonesia dan volatilitas nilai tukar rupiah yang masih cukup tinggi serta mempertimbangkan credit rating Filipina yang satu level lebih baik dari Indonesia saat itu.

Dengan demikian, cukup wajar jika yield Indonesia masih di atas Filipina dan tidak mungkin untuk menekannya di bawah yield negara tersebut.

Penerbitan obligasi pemerintah saat itu karena kebutuhan untuk menutup APBN dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

Melalui kebijakan fiskal pada masa 2006-2010 di bawah kepemimpinan Sri Mulyani, Kemenkeu telah berhasil mempertahankan pertumbuhan Indonesia cukup tinggi secara konsisten (rata-rata: 5,8 persen per tahun).

Indonesia bahkan mampu melewati krisis keuangan global dengan baik di tahun 2008 untuk tumbuh tinggi di tahun berikutnya (6,2 persen pada 2010).

Padahal saat krisis 2008, situasi perekonomian dunia mengalami ancaman keterpurukan, risiko default seluruh dunia meningkat sangat tinggi diukur dengan credit default risk (CDR).

Melihat semua ini, rasanya tidak perlu ada debat terbuka. Data dan fakta sudah disajikan sesuai arahan Presiden Jokowi. Baik Presiden maupun Najwa Shihab pun tidak menyebut nama Rizal untuk melakukan argumentasi data (bukan debat terbuka).

Entah mengapa Rizal sepertinya berkeinginan sekali untuk melakukan debat terbuka dengan Sri Mulyani. Apakah ada maksud atau obsesi tertentu?

Kalau masih ada yang meragukan tentang kredibilitas Sri Mulyani dan Kementerian Keuangan, tidak perlu debat, biarkan data yang berbicara.

Kalaupun Rizal Ramli masih ingin debat, rasanya cukup dengan pejabat Kementerian Keuangan.

Biarlah energi Menkeu digunakan untuk memikirkan hal yang lebih strategis untuk negara ini agar dapat mencapai masyarakat yang adil makmur serta bermartabat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com