Peran Offtaker
Beberapa waktu yang lalu saya diundang Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga untuk melihat desa-desa di Sumba Timur.
Dari bandara Halim Perdana Kusuma, saya ditemui oleh CEO PT Muria Sumber Manis, Iwan Suhardjo yang menjadi lokomotifnya
Kebetulan Sdr. Iwan pernah menjadi mahasiswa saya. “Dari akuntansi ke marketing lalu ke pertanian” ujarnya.
Iwan bukanlah orang pertama yang saya temui dan bisa belajar hal-hal baru. Makanya para pendidik perlu melakukan shifting, dari mengajar “what to learn” menjadi “how to learn”. Dan itulah yang dari dulu saya lakukan.
“Saya belajar kembali dari nol, dan kami berkesimpulan tanah-tanah tandus di Sumba Timur bisa kembali disuburkan.” Iwan mengakui belajar dari Google dan Youtube. Ia mengajukan pertanyaan kritis: “Bagaimana mungkin Israel yang tanahnya tandus bisa menghasilkan jeruk dan anggur yang manis-manis?”
Setelah melihat topografi dan curah hujan, dipilihlah desa Wanga di Sumba Timur. Mulanya mereka membuat 18 buah embung sedalam 6 meter ke bawah dengan sistem membran untuk menampung sekitar 200.000 meter kubik air hujan.
Gayung pun bersambut. Menteri Desa mempercepat kemajuan desa dan mengentaskan desa tertinggal dengan melibatkan CEO perusahan-perusahaan besar. Bulan lalu, sekitar 200 orang CEO menandatangani kesepakatan dengan 102 Bupati di Jakarta.
Tiba-tiba saja banyak CEO terhentak. Jambu klutuk yang diimpor dari India untuk bahan baku jus seperti Buavita, ternyata ada di desa Sukorejo Kabupaten Kendal (791 hektar). Jadi buat apa harus impor?
Di Sumba Timur, Menteri Desa membagikan tanah negara seluas 10.000 hektar kepada rakyat untuk menanam tebu dengan teknologi yang saya sebutkan tadi. Masing-masing petani mendapat 3 hektar. Dengan model ini, kalau tak ada aral melintang, setiap kepala keluarga bisa mendapatkan penghasilan baru sebesar Rp 85 juta.
Dengan modal sosial masyarakat yang bagus, PT Muria Sumba Manis (Kelompok usaha Djarum), minggu lalu melakukan peletakkan pertama bangunan pabrik gula dengan kapasitas 12.000 tcd (ton of cane per day). Artinya, Indonesia bisa segera nengurangi impor gula (saat ini 4 juta ton).
Diperkirakan akan ada 3.000-4.000 orang bekerja di pabrik, ribuan lainnya akan menjadi petani plasma. Bisa saya bayangkan bagaimana perputaran uang di desa Wanga dan desa-desa sekitarnya di Kabupaten Sumba Timur menyusul terbentuknya infrastruktur perdesaan yang jauh lebih baik.
Apa yang saya ceritakan ini sesungguhnya masih baru pada tahap awal dari ribuan inisiatif pembangunan desa yang mulai berbuah lainnya. Bersiap-siaplah kembali ke desa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.