Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2018, 10:36 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Kompas TV Presiden menegaskan, tujuan Perpres soal tenaga kerja asing ditujukan menyederhanakan prosedur administrasi.

Kemudian Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri memastikan bahwa Perpres 20/2018 tidak akan menjadi aturan untuk masuknya TKA tanpa kemampuan alias buruh kasar.

Hanif menyebutkan, keputusan Presiden Jokowi menerbitkan perpres tersebut adalah semata-mata untuk menyederhanakan perizinan di Indonesia yang berbelit-belit sehingga kerap memakan biaya tinggi dan menimbulkan pungutan liar (pungli).

Dalam penyederhanaan izin ini, lanjut Hanif, tetap mencantumkan aturan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh TKA, di antaranya mempunyai keahlian atau kompetensi, level menengah ke atas, hanya menduduki jabatan tertentu, lamanya bekerja, hingga harus membayar kompensasi.

Bahkan, perpres mengatur harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia atau lokal.

Hanif mencontohkan, masuknya investasi dari luar negeri ke Indonesia membutuhkan tenaga kerja. Misalnya, untuk membangun pembangkit listrik, maka dibutuhkan pekerja. Namun pekerja itu tidak semua berasal dari Indonesia.

"Karena dia (investor) tanam uang triliunan di Indonesia, dia ingin uangnya aman, pekerjaannya selesai secara baik, tepat waktu, maka investor mempunyai kepentingan untuk tenaga kerja dari pihaknya," ucap dia.

Namun lanjut Hanif, jumlahnya pun tidak semuanya, jika misalnya proyek tersebut membutuhkan 5.000 orang pekerja, maka misalnya investor hanya membawa sekitar 300 orang saja atau sebagian kecil, mengingat biaya yang harus dipertimbangkan.

Bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang Kulit Indra Munaswar menganggap kalau Perpres 20 tahun 2018 bertentangan dengan Undang Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Indra menggarisbawahi beberapa pasal di perpres tersebut yang tidak sesuai dengan UU tersebut. Pertama adalah Pasal 9 Perpres Nomor 20 menyatakan bahwa rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) merupakan izin bekerja bagi TKA.

Hal itu dinilai Indra bertentangan dengan Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 13 tahun 2003.

"Pasal 43 ayat 1 menyatakan bahwa pemberi kerja TKA harus memiliki RPTKA yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk, dalam penjelasannya RPTK merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin kerja TKA," ungkap Indra saat ditemui di Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Hal lainnya yang berlawanan dengan UU 13/2003 adalah Pasal 10 ayat 1a yang menyatakan bahwa pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang merupakan pemegang saham, menjabat direksi, dan anggota dewan komisaris.

"Nah ini di UU 13 itu enggak ada pengecualian itu. Semuanya harus punya izin. Ya ini okelah kalau alasan untuk tidak mempersulit karena TKA itu pemegang saham, tetapi kan tetap harus ada izinnya lah masa mau masuk negeri orang enggak ada izinnya," jelas Indra.


Pasal lainnya yang dinilai Indra bertentangan dengan UU 13/2003 adalah Pasal 10 ayat 1c yang menyatakan bahwa pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com