KOMPAS.com - Balon udara berukuran besar tanpa awak yang dilepaskan ke angkasa sangat mengganggu keselamatan penerbangan.
Apabila balon tersebut bertubrukan dengan pesawat yang sedang melaju, akibatnya akan sangat serius.
Balon udara yang mengenai mesin pesawat berpotensi untuk terbakar. Sedangkan, balon udara yang mengenai kokpit bakal menghalangi penglihatan pilot.
Sementara, balon udara yang mengenai dan menutupi pipa pitot dapat membuat sistem pesawat kacau.
(Baca: Indonesia Peringkat 55 Keselamatan Penerbangan se-Dunia)
Berbagai peristiwa akibat pelepasan balon udara tanpa awak tersebut bisa menyebabkan kecelakaan penerbangan.
Sayangnya, masih banyak masyarakat di berbagai daerah yang menerbangkan balon tersebut dengan berbagai alasan budaya.
Pada hari raya Idul Fitri, warga di berbagai daerah seperti Ponorogo, Wonosobo, Pekalongan, Magelang, Madiun, Banyuwangi, Jombang, Trenggalek mempunyai tradisi menaikkan balon udara.
Tidak hanya itu saja, balon udara juga sering diterbangkan masyarakat pada saat menyambut atau memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, hari jadi kabupaten/kota, dan panen hasil pertanian.
Masyarakat memaknai naiknya balon sama dengan naiknya kebaikan. Hilangnya balon sama dengan hilangnya keburukan. Acara itu juga sebagai ajang silaturahim antar-kampung.
(Baca: Syawalan Tanpa Balon Udara)
Kantor Otoritas Bandar Udara (KOBU) Wilayah III Surabaya bersama dengan AirNav Indonesia serta Pemda, Polres dan organisasi kemasyarakatan daerah setempat pada Minggu (29/4/2018) menggelar sosialisasi di lapangan Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Sosialisasi ini untuk memberikan pemahaman tentang dampak penerbangan balon udara tanpa awak terhadap kegiatan penerbangan pesawat udara serta peraturan yang mengaturnya.
Wakapolres Ponorogo, Kompol Suharsono, mengatakan kepolisian mengapresiasi sosialisasi balon udara ini.
Dengan demikian, masyarakat semakin tahu bahayanya menerbangkan balon udara dan juga memahami bahwa penerbangan balon itu bisa dipidana.