Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI: Jangan Meributkan Utangnya, tapi Ekspornya...

Kompas.com - 07/05/2018, 13:10 WIB
Aprillia Ika,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) mengajak semua pihak untuk mendorong ekspor nasional terutama dari industri padat karya berorientasi ekspor.

Menurut BI, saat ini Indonesia perlu mendorong ekspor karena dari penerimaan ekspor akan diterima pendapatan dalam valuta asing (valas), untuk ketahanan ekonomi Indonesia.

Hal itu dipaparkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara pada pidato pembukaan Seminar Nasional BI dan ISEI bertema Pengembangan dan Pembiayaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor di Yogyakarta, Senin (7/5/2018)

Mirza memaparkan, saat ini perhatian pemerintah adalah mendorong ekspor seperti sudah dilakukan pada tahun 1980-an. Untuk tahun ini, BI berharap mendorong ekspor tidak hanya bivara saja tetapi juga membuat program.dan melaksanakannya.

Perhatian pemerintah ke ekspor ini berkaitan dengan kondisi ekonomi dunia yang membaik seiring membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, China dan India. Artinya, pertumbuhan ekonomi dunia trennya menuju ke booming bukan ke resesi.

Tetapi, kondisi ekonomi yang melaju mempunya konsekuensi inflasi. Sebab ada missmatch antara demand dan suplai yang mendorong kenaikan harga. Seiring perbaikan ekonomi dunia, inflasi juga naik.

Kenaikan Suku Bunga

Maka responnya yakni tren kenaikan suku bunga dunia yang diawali oleh AS.
AS sudah menaikkan suku bunga sejak 2015 dan saat ini menuju ke arah normal, atau sedikit di atas inflasi.

BI sendiri dalam 2 tahun ini berhasil menjaga inflasi rendah di kisaran 3 persen sampai 3,5 persen. Defisit juga terkendali dan defisit fiskal di bawah 3 persen juga baik menurut BI.

Oleh karena itu, kata Mirza, walaupun dalam dua tahun ini tren suku bunga naik tetapi BI bisa menurunkan suku bunga.

Namun, tren kenaikan suku bunga akan terus berlanjut sampai menemukan batas normalnya yakni sedikit di atas inflasi.

AS diperkirakan akan menaikkan suku bunga 3 kali sampai 4 kali tahun ini. Demikian juga dengan Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Swedia, Norwegia, Korea Selatan, Filipina dan Malaysia.

"Kita menghadapi suku bunga AS yang terus naik sehingga suku bunga dunia juga bergerak naik menuju lingkungan suku bunga normal. Apa yang harus kita lakukan?," ujar Mirza.

Mirza menjelaskan, tidak ada satupun negara di dunia yang tidak melakukan impor, dan impor ini harus dibayar pakai valas.

Sementara pembiayaan di Indonesia tidak cukup untuk impor. Jika digabung semua kredit dari perbankan, asuransi, dana pensiun hingga reksa dana maka hanya dapat 50 persen dari PDB Indonesia.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com