Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suku Bunga Acuan AS Diprediksi Mencapai 3 Persen, Ini Antisipasi BI

Kompas.com - 07/05/2018, 20:22 WIB
Aprillia Ika

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) memprediksi suku bunga Amerika Serikat (AS) akan mencapai 3 persen pada akhir tahun ini.

Diperkirakan Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga antara tiga kali hingga empat kali pada tahun ini.

"AS sudah mulai menaikkan suku bunga sejak 2015 ke arah yang normal," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara pada pidato pembukaan Seminar Nasional BI dan ISEI bertema Pengembangan dan Pembiayaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor di Yogyakarta, Senin (7/5/2018).

Menurut Mirza, suku bunga AS pada 2015 sebesar 0,25 persen dan itu bukanlah suku bunga normal. Sebab suku bunga normal itu sedikit di atas inflasi.

Dia melanjutkan, saat ini inflasi AS sekitar 2 persen maka suku bunga normal itu plus 1, jadi 3 persen. Saat ini suku bunga AS di level 1,75 persen maka estimasi kenaikan suku bunga AS menuju 3 persen masih besar.

Baca juga : BI: Jangan Meributkan Utangnya, tapi Ekspornya...

"Tahun ini jika AS menaikkan tiga kali suku bunganya maka ada di kisaran 2,25 persen belum 3 persen. Sehingga masih ada kenaikan 0,75 persen di 2019," lanjut Mirza.

Seiring dengan estimasi kenaikan suku bunga AS, suku bunga di sejumlah negara juga diestimasi naik. Jadi Indonesia tidak hanya menghadapi kenaikan suku bunga AS saja tetapi juga kenaikan suku bunga negara lainnya.

Pada 2018 Inggris akan menaikkan satu kali suku bunganya. Kanada dua kali. Australia satu kali. Selandia Baru dua kali. Swedia dua kali. Norwegia satu kali. Korea Selatan satu kali. Filipina satu kali dan Malaysia sudah naik satu kali.

"Kita saat ini berangkat ke environment bunga normal," lanjut Mirza.

Naiknya suku bunga AS ini bisa saja menggoyang mata uang Indonesia. Terutama jika terjadi defisit pada kegiatan ekspor impor. Nilai rupiah sendiri saat ini terpuruk terhadap dollar AS, hampir menembus Rp 14.000.

Sementara negara dengan surplus ekspor impor seperti Thailand saat ini mata uangnya mengalami apresiasi terhadap dollar AS. Pada 2017 Thailand mengalami surplus hingga 11,7 persen dari PDB-nya.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Menurut BI, salah satu caranya yakni dengan mendorong ekspor pada industri padat karya.

Pengembangan ekspor padat karya ini dinilai penting karena jika bicara dari sisi BI, bicara stabilitas kurs itu terkait suplai dan demand valuta asing atau valas.

"Valas itu datangnya dari sektor riil dan yang utama itu dari ekspor, pariwisata dan remittance dari TKI," kata Mirza.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com