Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dollar AS Terus Menguat, Pengamat Sebut BUMN Non Perbankan Bisa Kolaps

Kompas.com - 14/05/2018, 07:09 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penguatan dollar AS terhadap rupiah diprediksi terus menguat dalam beberapa waktu ke depan. Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang bergerak di bidang non finansial pun diperkirakan bakal terpukul dengan kondisi tersebut.

Pasalnya, BUMN non finansial saat ini kebanyakan memiliki utang dalam bentuk valas atau valuta asing.

"Yang kita khawatirkan kalau kondisi fundamental memburuk, ada pengetatan ekonomi atau moneter global ini dolar bisa bergerak naik terus Rp 14.100, Rp 14.200 dan sangat mungkin menuju 15.000 pada akhir 2018," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira, di Jakarta, Minggu (13/5/2018).

Bank Indonesia (BI) melansir data bahwa total utang BUMN baik finansial maupun non finansial menembus angka Rp 4.343 triliun.

Baca juga: IHSG Ditutup Menghijau dan Rupiah di Bawah Rp 14.000 per Dollar AS

Bima menerangkan, dari jumlah tersebut sekitar Rp 610,7 triliun diderita oleh BUMN non finansial atau bisa dikatakan dari BUMN yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur.

"Tapi kalau kita cek dari Rp 610,7 triliun total utang BUMN non perbankan, 60 persen utang dalam bentuk valas. Kalau sampai dolar Rp 15.000 maka BUMN kita yang akan kolaps dan itu bukan main-main," ungkap Bima.

Menurut Bima, Rini Soemarno selaku Menteri BUMN tak bisa tinggal diam dan menganggap semuanya seolah-olah tidak terjadi.

"Kalau ramalan itu terbukti dan 60 persen BUMN non keuangan itu berbentuk valas maka ini problem yang sangat serius dan ini bagaimana kalau ini terus dibiarkan dan seolah nggak ada permasalahan dalam manajemen BUMN termasuk manajemen keuangannya," katanya.

Adapun membengkaknya utang BUMN non finansial terjadi karena penugasan yang terkesan dipaksakan oleh pemerintah sehingga membuat pekerjaan mereka cenderung ugal-ugalan.

"Konsekuensi dari penugasan yang tidak pada tempatnya, tidak diatur dalam APBN berimplikasi pada membengkaknya utang BUMN," ucap Bima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com