Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Rupiah, Perlukah BI Menaikkan Suku Bunga?

Kompas.com - 15/05/2018, 08:13 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terhitung Senin (14/5/2018), rupiah telah kembali ke level Rp 13.976 per dollar AS berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).

Ekonom mengatakan, dollar AS berhenti menguat karena secara fundamental Amerika Serikat sedang mengalami defisit, baik dari sisi fiskal maupun transaksi berjalan (current account).

"Saya melihat memang US dollar memang tidak bisa menguat lagi, karena secara fundamental emang AS mengalami defisit baik di current account maupun fiskal sehingga tekanan inlfasi seharusnya menyebabkan dollar melemah," ujarnya Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean kepada Kompas.com, Senin (14/5/2018).

Lebih lanjut Adrian mengatakan, AS memiliki kepentingan untuk menjaga ekspor mereka, sehingga mata uangnya tidak boleh terlalu kuat.

Baca juga: Rupiah Mulai Tinggalkan Level Rp 14.000 Per Dollar AS

"Jadi fenomena penguatan dollar menurut saya mungkin temporer dan kemarin sudah kita alami rupiah bisa kembali di 13.000, tidak 14.000," ujar Adrian.

Meskipun telah meninggalkan level psikologis Rp 14.000, Adrian tidak menampik kemungkinan volatilitas masih akan membayangi. Menurut dia, Amerika Serikat akan terus melakukan pengetatan kebijakan suku bunga yang berdampak pada volatilitas di pasar finansial.

"Kalau lihat konteks global, pengetatan suku bunga AS terus melaju di tengah-tengah akomodasi moneter di Jepang dan Eropa, turbulensi akan terulang sehingga secara umum 2018 akan diwarnai oleh volatility di pasar finansial," ujarnya.

Belum perlu naikkan suku bunga

Menanggapi pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo untuk membuka ruang menaikkan suku bunga acuan (7-Days Repo Rate minggu lalu, Adrian beranggapan BI belum perlu meningkatkan suku bunga.

Menurut dia, kondisi ekonomi saat ini bukan karena melemahnya kondisi fundamental ekonomi Indonesia tetapi disebabkan oleh gejolak global yang menghantam hampir seluruh negara di dunia.

"Kondisi ekonomi ini bukan isolated case pelemahan fundamental ekonomi Indonesia tapi karena faktor global yg menghantam seluruh dunia. Semua currency di emerging market dan developed market kena," ujarnya.

Selain itu, pelemahan rupiah relatif hanya terjadi terhadap dollar AS saja. Namun, rupiah tidak melemah terhadap mata uang lain, seperti yen dan euro.

Baca juga: Analis: IHSG akan Menguat jika BI Naikkan Suku Bunga Acuan Pekan Ini

"Di region ini kita cederung netral. Jadi isunya bukan rupiah, tapi dollar AS," lanjut Adrian.

Selain itu, jika dilihat dari sisi keranjang mata uang, total nilai transaksi ekspor dan Impor antara Indonesia dan Amerika hanya 10 persen dari total transaksi ekspor dan impor Indonesia. Sementara lebih dari 60 persen lainnya adalah China, Eropa, dan ASEAN.

"60 persen dari basket of currencies-nya kita enggak naikan suku bunga. Jika 10 persen naikkan suku bunga, sementara 60 persen lain tidak, maka akan lebih logis kalau kita enggak naikkan suku bunga," sebutnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com