Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Masih Tertatih-tatih

Kompas.com - 21/05/2018, 07:01 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA,KOMPAS.com - Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), pekan lalu rupiah terus melemah. Selasa, (15/5/2018) rupiah menyentuh level Rp 14.020 dan terus berlanjut hingga Jumat (18/5/2018) rupiah ditutup melemah ke level Rp. 14.107.

Bahkan dalam pasar spot Bloomberg, rupiah terdepresiasi hingga 98 poin atau 0,7 persen menjadi Rp 14.156 per dollar AS pada Jumat (18/5/2018) dari penutupan sebelumnya Kamis (17/5/2018).  Rupiah telah melemah 4,43 persen sejak awal tahun.

Melemahnya rupiah menurut pemerintah dan ekonom, disebabkan oleh faktor eksternal, dengan menguat dollar AS, seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.

Selain itu juga kondisi geopolitik global yang terus mengalami gejolak dan harga komoditas minyak mentah dunia terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir.

Baca juga: Sri Mulyani: 2019, Pertumbuhan Ekonomi 5,4-5,8 Persen, Kurs Rupiah Rp 13.700-Rp 14.000

BI naikkan suku bunga

Untuk memberikan vitamin kepada rupiah, Bank Indonesia akhirnya, memutuskan kenaikan suku bunga acuan BI 7 days Reverse Repo Rate 25 basis point (bps) menjadi 4,5 persen, yang efektif belaku pada Jumat (18/5/2018).

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, langkah ini diambil sebagai salah satu upaya BI untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah kondisi ketidakpastian global.

"BI ingin meyakini adanya depresiasi ataupun ekspetasi defisiasi yg dapat menimbulkan resiko kepada inflasi dan kita tidak ingin depresiasi ini berdampak kepada infalsi dan akhirnya berdampak kembali kepada depresiasi," ujarnya dalam konferensi pers di Bank Indonesia, Kamis (17/5/2018).

Pasar masih menunggu

Selepas BI kenaikan suku bunga, dibuka menguat tipis di level Rp 14.053 per dollar AS, namun pada hari itu pula rupiah terus melorot.

Ekonom dari Institute for Development Economic and Finance ( INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, investor masih menghitung kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate di bulan Juni mendatang.

Sehingga, mereka memilih untuk menahan untuk mengalirkan dananya ke Indonesia meski BI telah meningkatkan suku bunga kebijakannya. Selain itu, suku bunga kebijakan obligasi AS, US Treasury sebesar 3,1 persen juga dinilai menjadi pertimbangan lain bagi investor.

Ditambah, kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate yang diekspektasikan terjadi pada bulan Juni mendatang, diperkirakan akan mendorong imbal hasil US Treasury.

"Jika dibandingkan Indonesia, investor akan tetap memilih AS karena lebih liquid. BI rate nggak akan serta merta menaikkan nilai tukar rupiah karena pasar bermain di ekspektasi," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (18/5/2018).

Sementara itu, Chief Economist Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan, rupiah saat ini memang berada pada kondisi yang rentan secara psikologi, dan jika sudah menyentuh level Rp 14.300, akan rupiah akan sangat mudah untuk terdepresiasi lebih jauh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com