Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Ujaran Kebencian PNS, BKN Dahulukan Proses Hukum

Kompas.com - 22/05/2018, 08:08 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Kepegawaian Nasional (BKN) sebelumnya memberi peringatan keras agar pegawai negeri sipil tidak menuliskan segala macam ujaran kebencian, hal-hal yang intoleran, dan bisa menimbulkan perpecahan di media sosialnya.

Namun jika telah masuk perkara pidana, maka BKN akan mendahulukan proses hukum.

"Akan didahulukan proses hukum," ujar Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan kepada Kompas.com, Selasa (22/5/2018).

Proses selanjutnya akan dilakukan jika status hukum PNS tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.

Baca juga: Enam Bentuk Ujaran Kebencian yang Tergolong Pelanggaran bagi ASN

Salah satu PNS yang menjadi tersangka kasus ujaran kebencian adalah kepala sekolah SMP di Kayong Utara, Kalimantan Barat. Di laman Facebooknya, ia menyebut teror bom Surabaya adalah rekayasa dan pengalihan isu. FSA telah diberhentikan sementara dari jabatannya.

Ridwan mengatakan, pengenaan sanksi nantinya diatur oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) setempat. FSA juga telah ditahan pihak kepolisian.

"Pengenaan hukuman disiplin dilakukan Bupati setempat selaku PPK," kata Ridwan.

Sanksi yang dikenakan bervariasi tergantung tingkat pelanggaran. Sanksinya mulai dari teguran ringan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, penurunan jabatan, sampai akhrinya pemberhentian tidak dengan hormat.

Sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Baca juga: PNS yang Sebut Bom Surabaya Rekayasa Diberhentikan Sementara dari Jabatannya

Sebelumnya BKN merilis enam macam bentuk ujaran kebencian yang tergolong pelanggaran bagi para PNS dan aparatur sipil negara (ASN) lainnya. Berikut adalah enam bentuk ujaran kebencian yang termasuk dalam kategori pelanggaran disiplin:

1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan.

3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian melalui media sosial, baik dalam bentuk share, broadcast, upload, retweet, repost Instagram, dan sejenisnya.

4. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

5. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

6. Menanggapi atau mendukung pendapat berbentuk ujaran kebencian dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau meninggalkan komentar di media sosial.

Sebagai tindak lanjut, Pejabat Pengawas Kepegawaian (PPK) wajib untuk menghukum ASN yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin tersebut sesuai dengan latar belakang dan dampak dari perbuatan yang dilakukan.

Untuk pelanggaran pada poin pertama hingga keempat, dijatuhi hukuman disiplin berat. Sementara untuk ASN yang melakukan pelanggaran poin 5 dan 6, dijatuhi hukuman sedang atau ringan.

Sebelumnya diberitakan, sebagaimana dikutip dari tribunnews.com, FSA diamankan dari sebuah rumah kos, Jl Sungai Mengkuang, Desa Pangkalan Buton, Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat, Minggu (13/5/2018) pukul 16.00 WIB.

Dalam akun Facebook-nya, FSA menulis status analisisnya, yaitu tragedi bom Surabaya adalah rekayasa pemerintah.

"Sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui. Sekali ngebom: 1. Nama Islam dibuat tercoreng ; 2. Dana trilyunan anti teror cair; 3. Isu 2019 ganti presiden tenggelam. Sadis lu bong... Rakyat sendiri lu hantam juga. Dosa besar lu..!!!" tulis FSA, sebagaimana dikutip dari akun Facebook FSA.

FSA juga menulis status tragedi Surabaya sebuah drama yang dibuat polisi agar anggaran Densus 88 Antiteror ditambah.

"Bukannya 'terorisnya' sudah dipindahin ke NK (Nusakambangan)? Wah ini pasti program mau minta tambahan dana anti teror lagi nih? Sialan banget sih sampai ngorbankan rakyat sendiri? Drama satu kagak laku, mau bikin drama kedua," tulis FSA.

Kompas TV Sejumlah orang ditangkap karena diduga menyebar berita bohong dan ujaran kebencian terkait aksi terorisme yang terjadi belakangan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com