JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk kembali menugaskan Perum Bulog mengimpor sebanyak 500.000 ton beras menimbulkan polemik.
Keputusan itu dianggap tidak memperhatikan kondisi produksi dan konsumsi beras nasional.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo pun turut mengomentari keputusan tersebut. Menurut dia, saat ini masyarakat tengah berada dalam ketidakpastian terkait impor tersebut akibat pemerintah tak transparan soal data beras nasional.
Dia pun menilai, kesimpangsiuran yang terjadi perihal impor beras lantaran tidak adanya kesamaan data dari tiga institusi pemerintahan.
Baca juga: Ketua DPR: Impor Beras Banyak, Tapi Tak Pernah Menurunkan Harga
Adapun data yang dimaksud Bambang tersebut adalah berkaitan dengan jumlah produksi beras lokal dan ketersediannya di Kementerian Pertanian (Kementan), Kemendag, dan Perum Bulog.
"Info yang kami terima di DPR, adanya kesimpangsiuran dan pro-kontra soal ketersediaan pangan dan impor (beras) itu adalah masalah data. Maka kami dari DPR mendorong pihak-pihak terkait untuk bekerja keras menyamakan data agar menjadi data tunggal," jelas Bambang saat ditemui di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta, Senin (21/5/2018).
Menurut Bambang, hal itu penting dilakukan agar stakeholder, para pengambil keputusan, dan juga presiden bisa menentukan langkah yang tepat perihal kebijakan impor beras tersebut.
"Mudah-mudahan Kementan, Kemendag, dan Bulog bisa segara punya satu data yang diacu untuk impor, terutama komoditas beras ini," sebut dia.
Baca juga: Buwas: Saya Bakal Dibenci Ibu-ibu kalau Gagal Urusan Beras
Hal sama pun dikemukakan oleh Anggota IV BPK Rizal Djalil. Rizal menyatakan bahwa data soal beras dalam negeri masih tidak akurat.
Ketidakakuratan itu kemudian membuat tumpang tindih data yang dikeluarkan antara Kementan, Kemendag, dan juga Perum Bulog.
"BPK menemukan persoalan data konsumsi beras nasional yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tidak akurat," ujar Rizal.
Selain itu, Rizal menambahkan, saat ini sistem pelaporan produktivitas padi juga belum akuntabel. Namun demikian, Rizal mengapresiasi adanya inisiatif penggunaan satelit dan metode kerangka sampling area untuk melihat produktivitas padi di beberapa wilayah.
"Dengan itu mudah-mudahan hasilnya atau data terkait produktivitas bisa lebih baik lagi," imbuh Rizal.
Komponen lainnya yang turut memengaruhi ketidakakuratan data soal beras adalah banyaknya lahan pertanian padi yang dialihfungsikan, terutama di wilayah yang menjadi sentra penghasil beras.
"Data luas lahan tidak akurat. Terutama di Karawang, alih fungsi lahannya luar biasa. Ini ini harus kita antisipasi semua bagaimana mencegah alih fungsi lahan tersebut," ungkap Rizal.
Terakhir, lanjut Rizal, pemerintah tak pernah mengatur ketetapan angka cadangan pangan meskipun hal itu merupakan kewajiban yang mesti dipenuhi pemerintah.
"Padahal untuk pengaturan angka cadangan pangan itu sudah ada di UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan," terang Rizal.
Halaman berikutnya Respons Menteri Pertanian
Respons Mentan
Adanya keputusan Kemendag untuk mengimpor beras pun menimbulkan tanya tentang bagaimana peran Kementan di balik itu. Banyak yang menilai bahwa Kementan telah memberikan lampu hijau bagi Kemendag untuk mengimpor beras melalui Perum Bulog.
Namun, jawaban atas pertanyaan tentang peran Kementan itu belum dapat terkuak lantaran Mentan Amran Sulaiman masih enggan berkomentar di depan media.
Menurut Amran, Kementan tidak memiliki wewenang atas izin impor tersebut.
"Iya fokus kami itu produksi, domainnya (Kementerian) Pertanian itu produksi, teknologi, mendampingi produksi dan menyediakan sarana produksi. Tanya ekspor lah ke aku, kapan Indonesia bisa ekspor lagi, begitu," kata Amran.
Amran menambahkan, saat ini suplai beras yang ada justru meningkat. Dia menyebut bahwa saat ini suplai beras di Pasar Induk Cipinang ada 41.000 ton atau meningkat dari jumlah sebelumnya yang hanya 15.000 ton.
"Kemudian harganya yang tinggi itu jadi pertanyaan kami juga. Makanya kami imbau pedagang jangan menaikkan harga di bulan Ramadan," sambung dia.
Di sisi lain, Amran juga mengklaim bahwa stok pangan pada bulan Ramadhan ini cenderung aman hingga Lebaran nanti.
Hal itu tercermin dari ketersediaan stok pangan yang lebih tinggi dari waktu biasanya.
"Stok pangan sekali lagi saya sampaikan ke masyarakat indonesia bahwa saat ini lebih dari cukup. Kami sudah siapkan stok itu sekitar 20 persen sampai 30 persen dari normal untuk bulan Ramadan," tutur dia.
Baca juga: Bulog Berencana akan Jual Beras dalam Sachet
Sementara itu, dengan adanya penugasan impor 500.000 ton oleh Kemendag, maka Perum Bulog pada tahun ini telah mengantongi izin mengimpor satu juta ton beras sebab sebelumnya Kemendag juga telah memberikan penugasan impor dengan jumlah yang sama.
Penguatan stok dan stabilisasi harga menjadi dua alasan utama atas keputusan impor beras tersebut.
Kemendag beralasan, izin impor beras dikeluarkan karena harga beras tak kunjung turun meskipun panen raya sudah berakhir. Untuk merealisasikan impor beras tersebut, Bulog diberi jangka waktu sampai Juli 2018.
Meski demikian, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyatakan belum menjajaki impor beras tersebut lantaran belum mengantongi surat penugasan impor dari Kemdag.
"Kami harus pelajari seandainya benar ada izin. Karena meskipun ada izin, tapi tidak harus langsung impor. Perlu ada hitungan produksi seperti apa kebutuhannya," ujar Budi.
Walau kuota izin impor beras mencapai 500.000 ton, tetapi menurut lelaki yang kerap disebut Buwas ini, tidak harus semuanya direalisasikan. Ia mencontohkan, kalau misal kebutuhan 100.000 ton, maka sebesar kebutuhan itulah yang akan diimpor Bulog.
Buwas juga mengaku tetap mempertimbangkan klaim dari Mentan Amran Sulaiman jika produksi beras dalam negeri masih surplus. Dia berharap bisa duduk bersama dengan Kementan untuk menghitung angka pasti produksi, sehingga wilayah yang mengalami surplus bisa dipetakan.