Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, tekanan pada rupiah ke depan masih akan kuat. Paling tidak, ini akan terjadi sampai kuartal III-2018. "Masih sangat tergantung perkembangan ekonomi AS. Setidaknya, sampai kuartal III masih kuat tekanannya," kata David.
David melihat, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh pengaruh eksternal. "Ini semata-mata karena ekspektasi kenaikan bunga bank sentral AS (The Fed) yang lebih banyak dari perkiraan," kata dia.
Kondisi ini memberikan tekanan pada semua mata uang negara berkembang termasuk rupiah. Sebab, akibat lanjutan dari ekspektasi kenaikan bunga The itu, biaya carry trade jadi naik pasca kenaikan yield Surat Utang Negara AS (US Treasury) ke arah 3,3 persen dan memicu naiknya London Interbank Offered (Libor). "Banyak fund melepaskan posisi short dollarnya," jelasnya.
Dia menilai bahwa rupiah lemah bukan karena kenaikan suku bunga 7DRR yang kurang tinggi. "Kenaikan 25 bps saya pikir sudah tepat dan mungkin masih perlu dinaikkan lagi seiring kenaikan biaya dana di pasar uang internasional," ujar David.
Lana Soelistianingsih, Chief Economist Samuel Sekuritas Indonesia menilai, pasar sekarang cenderung ambil posisi beli sebab mengganggap pelemahan akan berlanjut dan BI akan menaikkan lagi suku bunga. Apalagi jika melihat siklusnya, ada pembayaran dividen pada akhir Mei dan awal Juni. "Tekanan beli akan ada di sana," kata. (Ghina Ghaliya Quddus)
Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: BI tak bisa sendirian menjaga rupiah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.