Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinarmas Akan Sudahi Perkebunan 7.000 Hektar Lahan Gambut

Kompas.com - 24/05/2018, 20:58 WIB
Dimas Wahyu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Asia Pulp and Paper atau APP Sinar Mas menyatakan siap menyudahi penggunaan lahan bekas gambut 7.000 hektar yang sebelumnya merupakan sumber tanaman industri mereka.

Pemulihan ini menjadi bagian dari pemaparan laporan Forest Conservation Policy (FCP) yang sudah mereka inisiasi sejak 2013 lalu.

"Kami mengidentifikasi dan menonaktifkan 7.000 hektar perkebunan di lahan gambut untuk memulai perlindungan hutan dan gambut yang lebih baik," ujar Director of Sustainability and Stakeholder Engagement APP Sinar Mas Elim Sritaba, Rabu (23/5/2018) di Jakarta.

Rencana bertahap pemulihan ditujukan untuk menaikkan level air. Selanjutnya, perkembangan secara natural diharapkan terjadi di wilayah-wilayah gambut yang dituju, mencakup Sumatera Selatan dan Riau.

"Berdasarkan hasil lidar (light detection and ranging) kami mulai berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi mana saja (yang dipulihkan). Nantinya kami akan berkoordinasi, mana zona lindung, mana zona budidaya," ujarnya.

Pemulihan untuk 7.000 hektar lahan ini merupakan proyek percobaan. Dalam skema mendatang, mereka mempelajari cara merehabilitasi lahan gambut yang sudah ditanami dan harus dikembalikan ke fungsinya sebagai hutan alam.

Suplai

Laporan tahun ke-5 FCP mencakup sejumlah gol, termasuk menegaskan langkah mereka tersebut, yakni untuk mengakhiri konversi hutan alam oleh pemasok kayu dan pulp untuk beralih menuju proses produksi 100 persen menggunakan kayu dari perkebunan.

Mereka juga memangkas area yang terkena dampak kebakaran hutan tahun 2017 hingga menjadi 0,01 persen dari total bruto luas area, serta memangkas tingkat kehilangan hutan alam oleh pihak ketiga di wilayah perlindungan pemasok APP Sinar Mas hingga menjadi 0,1 persen Maret 2017-Januari 2018.

Di sisi konflik sosial, mereka memberdayakan penduduk desa setempat untuk memanfaatkan teknik pertanian modern untuk mengurangi penggundulan hutan oleh pihak ketiga dan kebakaran hutan.

Total investasi 300 juta dollar AS digelontorkan untuk menjalankan sistem pemantauan hutan, restorasi lanskap, pencegahan kebakaran, penelitian lahan gambut, dan pemberdayaan masyarakat.

Produsen pulp dan kertas untuk tisu, kemasan, dan kertas dengan kapasitas dan konvensi tahunan lebih dari 19 juta ton kayu ini pun menargetkan untuk meningkatkan kawasan lindungnya.

"Kami bekerja sama dengan mitra seperti The Forest Trust dan Deltares meningkatkan kawasan lindung menjadi lebih dari 20 persen dari wilayah konsesi pemasok, serta melindungi lebih dari 600.000 hektar hutan alam," tambah Elim Sritaba.

Dalam proses pemulihan 7.000 hektar lahan gambut, sebanyak 20 penyuplai tidak bisa memberikan suplai mereka.

"Mereka bukan kami putus (kontrak), tetapi yang setelah masuk proses assestment istilahnya tidak lulus menjadi supplier," kata Elim.

Untuk memenuhi kebutuhan industri pulp dan kertas, mereka mengatakan tetap memanfaatkan lahan yang ada.  

"Kami menemukan ruang untuk melakukan perbaikan-perbaikan bahwa dengan hektaran yang sama, memperbaiki kualitas, tentunya kami bisa mendapatkan kayu yang lebih banyak," ujarnya.

Di luar itu, APP Sinar Mas juga melakukan impor bahan baku dari sejumlah negara.

"Kami impor keping kayu (wood chip) dari Vietnam dan Australia," ujar Managing Director APP Sinar Mas Goh Lin Piao dalam kesempatan yang sama.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com