Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Terorisme, Pasar, dan Antisipasi atas "Inflasi Spiritualitas"

Kompas.com - 25/05/2018, 07:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Bergeser dari ranah korporasi, belakangan ini kita juga bisa melihat bagaimana “disrupsi” setidaknya juga terjadi pada organisasi. Organisasi teroris tepatnya.

Yang dari awal dimotori oleh Al Qaeda, selanjutnya bergeser ke ISIS, dan yang terakhir oleh kelompok-kelompok skala kecil yang secara struktural tidak berkaitan dengan organisasi teroris besar.

Terlepas dari orientasi akhir yang memang berbeda dari dua organisasi tersebut, perubahan itu menunjukkan betapa pergeseran peran dari Al Qaeda kemudian ke ISIS hingga menjadi kelompok-kelompok kecil teroris, juga tak lepas dari siapa yang paling mumpuni "menjawab perkembangan zaman".

Seperti yang dituturkan oleh Gabriel Weimann dalam bukunya Terrorism in Cyberspace The Next Generation (2015), Al Qaeda sangat bergantung pada platform internet yang “lebih tua” seperti situs web dan forum online ketimbang platform media sosial yang lebih modern seperti Twitter, Facebook, Instagram, dll.

Sementara itu ISIS mampu memanfaatkan teknologi yang lebih mutakhir untuk menyebarkan ideologinya, seperti memanfaatkan tagar dan video viral, serta melakukan propaganda dalam berbagai bahasa di berbagai platform media sosial.

Hadirnya ISIS, membuat pamor Al Qaeda memudar dan tergeser. Hal ini karena ISIS mampu menarik minat pengikut dalam jumlah yang jauh lebih besar. Termasuk pengikut yang masih belia. Sesuatu yang sulit dicapai oleh Al Qaeda hingga masa kejayaannya berakhir.

ISIS dan simpatisannya terus berusaha merekrut calon simpatisan lainnya melalu berbagai kegiatan yang berbungkus kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan. Mereka bisa melakukan pendekatan yang rapi, bahkan customized.

Mereka mendekati komunitas dengan beragam cara seperti mendirikan PAUD, rumah singgah, dan sebagainya sehingga mampu menarik simpati masyarakat. (Tempo, 16/12/2016)

Naiknya "permintaan" atas nilai spiritual

Dari organisasi teroris, kita kemudian melihat sejenak kondisi masyarakat yang ada. Boleh dibilang, saat ini masyarakat tengah dilanda kerinduan akan hadirnya nilai-nilai spiritualitas dalam setiap sudut kehidupan.

Maraknya korupsi, kriminalitas, narkoba, berbagai masalah sosial, hingga ketimpangan ekonomi, mendorong masyarakat berpikir mencari solusi alternatif yang bisa meredam berbagai masalah tersebut.

Kembali ke ajaran agama menjadi pilihan banyak orang ketika solusi-solusi sekuler dianggap tak mampu menjawab berbagai permasalahan tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com