Gejala-gejala umum terkait kehausan spiritual masyarakat setidaknya bisa dilihat di berbagai ranah: pendidikan, pengobatan dan kebugaran, fesyen, hiburan dan tayangan televisi, kompleks perumahan, hingga perabot rumah tangga dengan label tertentu.
Di ranah pendidikan misalnya, setidaknya hal ini terlihat dari bermunculannya sekolah-sekolah swasta yang mengusung brand agama.
Sekolah ini menawarkan pola pendidikan yang mengedepankan karakter nilai agama. Biaya untuk masuk ke sekolah-sekolah ini kerap kali lebih mahal ketimbang sekolah negeri atau sekolah swasta umum. Meski mahal, sekolah-sekolah tersebut justru kebanjiran murid.
Di ranah kesehatan dan kebugaran, belakangan ini juga banyak bermunculan pengobatan alternatif dan herbal.
Selain itu, banyak juga kegiatan fisik yang ditawarkan dengan mem-branding-nya sebagai olahraga yang berkorelasi dengan ajaran agama. Kebugaran juga memadukan antara olah tubuh dengan kedamaian batin. Peminatnya? Bejibun.
Demikian halnya dengan kompleks perumahan eksklusif. Banyak pengembang yang menawarkan hunian eksklusif dengan mengedepankan kesamaan nilai dan paham di antara para penghuninya.
Pengembang-pengembang tersebut mencoba menawarkan konsep dan nilai-nilai agama pada properti yang dibangunnya.
Dengan demikian, diharapkan, properti yang dijual sesuai dengan keinginan konsumen yang mencari ketenteraman karena bertetangga dengan warga yang punya pandangan nilai sama.
Pembeliannya pun tidak lagi melibatkan bank yang notabene menjalankan praktik bunga berbunga (riba) dalam pinjamannya.
Tak kalah dengan hunian pada umumnya, kompleks perumahan eksklusif ini pangsa pasarnya mulai merangsek ke atas.
Yang terakhir, yang belakangan juga muncul di masyarakat adalah hadirnya perabot-perabot rumah tangga dengan label tertentu. Dengan label itu konsumen diharapkan tidak memiliki keraguan atas makanan yang disimpan pada perabot yang telah berlabel dan tersertifikasi itu.
Meski dibandrol lebih mahal, permintaan atas barang dan jasa dengan brand-brand itu bisa dikatakan konstan.
Menjamurnya produk-produk dengan brand serta label spiritual tersebut tidaklah hadir dengan sendirinya. Hal itu merupakan jawaban atas tingginya demand masyarakat terhadap nilai-nilai spiritual.
Mengantisipasi "Inflasi Spiritualitas"
Bagaimanapun, kekangenan masyarakat atas nilai-nilai spiritual merupakan sesuatu yang tak terhindarkan ketika modernitas hanya menghasilkan stres, frustrasi, depresi, kesepian, hingga kehampaan hidup.
Fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia namun juga di negara-negara lain. Bahkan di sejumlah negara maju, tren ini juga tak kalah kencangnya.