Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Terorisme, Pasar, dan Antisipasi atas "Inflasi Spiritualitas"

Kompas.com - 25/05/2018, 07:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Di Indonesia--semoga saya salah--sejauh ini baru pemilik modal atau korporasi yang cukup responsif terhadap kemunculan tren tersebut. Ini terlihat dari berbagai produk yang bermunculan di pasar yang membawa brand tertentu.

Di sisi lain, negara dan organisasi-organisasi masyarakat sipil (civil society) bergerak tidak lebih cepat ketimbang pemilik modal.

Ini bisa dimaklumi, karena pemilik modal melihat munculnya permintaan tersebut sebagai peluang mengakumulasikan keuntungan.

Sementara bagi entitas lain, demand tersebut bukanlah sesuatu yang harus direspons segera, karena tak memiliki kepentingan yang sifatnya transaksional.

Bagi mereka yang bisa terpenuhi kebutuhannya, setidaknya merasa telah tercapai apa yang dicarinya selama ini.

Namun yang menjadi masalah adalah ketika ada sebagian masyarakat yang tidak bisa terpenuhi kebutuhannya karena terbentur harga maupun terjadinya kelangkaan suplai. Dengan kata lain, terjadi "inflasi spiritualitas".

Jika terjadi kondisi demikian, salah satu kemungkinannya masyarakat akan mencari substitusi atau produk pengganti untuk memenuhi permintaan.

Substitusi yang dimaksud entah berupa produk yang harganya lebih murah ataupun hal-hal lain yang mudah diakses guna memenuhi dahaga spiritualnya.

Kondisi inilah yang kiranya perlu diantisipasi. Karena, bisa saja kelompok-kelompok radikal masuk dengan memanfaatkan mereka yang tengah mencari pemenuhan spiritual, tapi tak terakomodir oleh pasar.

Sebagaimana diketahui, kelompok-kelompok radikal bisa mendekati "calon mangsanya" secara customized. Mereka terlatih membaca tren dan memanfaatkan teknologi. Apa yang dilakukan ISIS untuk merekrut para pengikutnya adalah bukti nyata mengenai kemampuan tersebut.

Kelompok-kelompok radikal bisa mendekati mereka yang ingin mencari kepuasan spiritual melalui pendekatan yang lebih subtil. Pendekatan yang sifatnya personal, sebagaimana yang diharapkan oleh para pencari nilai spiritual.

Karena itu, terlalu riskan apabila urusan pemenuhan kebutuhan atas spiritualitas masyarakat sepenuhnya diserahkan ke mekanisme pasar. Di sinilah, negara dan masyarakat sipil perlu hadir untuk membantu mengisi kekosongan suplai tersebut.

Jika negara dan masyarakat sipil tak memungkinkan untuk itu, mungkin solusi instannya adalah negara membatasi agar harga produk-produk dengan brand agama tak mahal-mahal amat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com