Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Strategi "Open Platform" Ala OVO

Kompas.com - 28/05/2018, 09:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bila mendengar kata OVO, mungkin akan ingat pada aplikasi yang diwajibkan untuk bertransaksi bagi pengendara yang kendaraannya terparkir di mal-mal milik Lippo Group.

Sejak awal kemunculannya dua tahun silam, OVO memang memperkenalkan diri dengan bernaung di bawah merchant serta unit yang masih berhubungan dengan anak usaha pimpinan James Riady.

Meski begitu, OVO sejak awal dirancang dengan prinsip open platform. Hal itu yang kemudian membuat OVO sebagai layanan financial technology bisa merambah atau ekspansi bisnisnya ke unit usaha di luar Lippo Group dan tidak lagi bergantung pada induknya di Lippo.

"Kami buka peluang kepada siapa saja bisa masuk platform ini. Jadi, kami bekerja sama dengan seluruh produsen, tanpa memandang itu dari grup manapun atau tanpa memandang itu kepunyaan siapapun," kata CEO OVO Adrian Suherman saat berbincang dengan Kompas.com di kantornya, pekan lalu.

Baca juga: BI Bikin 15 Poin Perubahan Aturan soal Uang Elektronik

Adrian menjelaskan, pihaknya sedari awal sudah melihat jika tidak menerapkan prinsip open platform, maka mereka sendiri yang akan kesulitan. Hal itu dikarenakan layanan jasa seperti fintech membutuhkan ekosistem yang terbuka dan saling mendukung satu sama lain, sehingga bisa sama-sama berkembang.

Saat ini, OVO telah menggaet lebih dari 32.000 merchant dalam layanannya. Dari total merchant tersebut, yang masih bagian dari Lippo Group hanya sekitar 3 sampai 5 persen.

"Contoh penerapan open platform dari sisi mal, dari 400 mal yang ada (layanan) OVO, mal Lippo hanya 15 persen. 85 persen bukan malnya Lippo," tutur Adrian.

Promo

Adrian tidak memungkiri jika awalnya OVO berupaya menggaet konsumen atau pengguna dengan menawarkan promo atau deal yang menarik. Cara ini dinilai cukup ampuh, namun tidak cukup sampai di sana karena OVO menargetkan capaian lain ketimbang sekadar menambah jumlah pengguna.

Capaian lain yang dimaksud adalah menjadikan OVO sebagai dompet utama para penggunanya. Adrian menyebutkan, dia berharap ke depan orang-orang di kota besar tidak lagi bertransaksi dengan uang tunai, melainkan melalui OVO secara non tunai.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+