Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi: Dari Sertifikasi, Tuna Indonesia Bisa Mendapatkan Harga Premium

Kompas.com - 04/06/2018, 05:20 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menekankan pentingnya sertifikasi dan ketertelusuran produk perikanan Indonesia agar dapat lebih kompetitif dengan produk perikanan luar negeri. Terutama untuk jenis tuna.

Hal tersebut disampaikan Susi dalam 3rd Bali Tuna Conference yang diselenggarakan di Bali pada 31 Mei - 1 Juni 2018. Susi mengatakan, konferensi tersebut mendorong produk tuna dari Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing menuju ke Legal Reported Regulated Fishing.

"Dari sertifikasi ini, tuna Indonesia bisa mendapatkan harga premium sehingga bisa berkompetisi di pasaran dunia," ujar Susi, seperti dikutip dalam siaran pers, Minggu (3/6/2018).

Menurut Susi, tanpa sertifikasi, transaksi jual beli sangat sulit dilakukan, bahkan tidak bisa.

Baca juga: Menteri Susi Ajak 83 Pengusaha Jepang untuk Investasi di Indonesia

Selain sertifikasi, dia juga meminta kepada pengusaha dan stakeholder perikanan agar dapat menjaga traceability atau ketertelusuran dari produk perikanan yang dihasilkan.

Susi mengatakan, pengusaha harus bisa menjaga agar produk perikanannya mudah ditelusuri.

Dalam Bali Tuna Conference, Indonesia juga menyampaikan tentang penolakan produk perikanan yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia di dalamnya. Susi menegaskan bahwa produk perikanan harus bersih dari tindak perbudakan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

"Kita sudah compliance dengan human rights. Itu juga salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi premium," kata Susi.

Susi mengatakan, saat ini dunia sudah peduli dengan keberlanjutan dan HAM. Siapapun tidak boleh lagi menjalankan sebuah industri dengan manajemen yang semaunya saja tanpa mempertimbangkan standar dunia.

"Dan kita semua sudah mengarah ke yang lebih baik yaitu sustainability," kata Susi.

Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi prioritas pengelolaan perikanan tuna yang berfokus pada data produksi tuna. Selain itu juga meningkatkan sistem registrasi kapal tuna, khususnya untuk perairan kepulauan, pengembangan, dan implementasi sistem pemantauan elektronik dan sistem pelaporan. Hal inu untuk mengatasi masalah ketertelusuran tuna dan pengembangan peraturan terkait manajemen tuna.

Susi berharap apa yang dilakukan Indonesia akan diikuti negara lain. Menurut dia, ekspolitasi hasil alam yang benar dengan menjaga keberlanjutan agar terus eksis dan populasisnya tidak habis.

"Ternyata tuna, dengan sebuah policy yang benar, dapat ditangkap oleh semua nelayan. Sekarang tuna bukan milik kapal-kapal long liners besar, bukan hanya milik kapal-kapal long liners asing, tetapi juga oleh nelayan Jembrana, oleh nelayan Banda Naira, oleh nelayan NTT, nelayan Sendang Biru, semua bisa dapat tuna. Besar-besar ukurannya dan dekat, tidak usah jauh-jauh ke tengah laut," kata Susi.

Data resmi FAO melalui SOFIA pada tahun 2016 terdapat 7,7 juta metrik ton tuna dan spesies seperti tuna ditangkap di seluruh dunia. Di tahun yang sama Indonesia berhasil memasok lebih dari 16 persen total produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol Indonesia mencapai lebih dari 1,2 juta ton pertahun. Sedangkan volume ekspor tuna Indonesia mencapai 198.131 ton dengan nilai 659,99 juta dollar AS pada tahun 2017.

Susi mengatakan, pemerintah berkomitmen dan konsistensi untuk mendukung konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan tuna melalui Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol. Rencana tersebut telah diluncurkan pada saat Konferensi Bali Tuna ke-1 yang selanjutnya ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2015.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com