"Baru ada tujuh aset berupa bangunan, lahan yang cuma 90 meter persegi yang diamankan tim kurator, di luar yang disita negara. Nilainya saya lupa tapi jelas sangat jauh dengan tagihan Pandawa senilai Rp 3,3 triliun," kata salah satu kurator kepailitan Pandawa Muhammad Denni beberapa waktu lalu.
Atas dasar ini pula, Kurator Kepailitan Pandawa sebelumnya telah melayangkan gugatan agar aset dapat dibereskan kurator. Gugatan terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Niaga Jkt.Pst pada 11 April lalu, dan kini telah memasuki persidangan dengan agenda duplik dari tergugat.
Sayangnya dalam berkas duplik yang didapatkan, Kejaksaan Negeri Depok membantah gugatan tersebut alasannya, aset-aset yang disita tak bisa ditetapkan sebagai budel pailit.
"Dalam positanya, penggugat menyatakan bahwa gugatan berkaitan dengan harta pailit KSP Pandawa Mandiri Group (dalam pailit) dan Nuryanto (dalam pailit), padahal nyata-nyata baru dalam petitumnya penggugat meminta agar barang a quo ditetapkan sebagai harta pailit (budel pailit), sehingga jelas barang-barang a quo tidak termasuk dalam budel pailit," tulis Kejaksaan Negeri Depok. (Anggar Septiadi)
Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Aset First Travel masuk kantong negara, korban gigit jari