Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polytron, Penguasa Elektronik Indonesia dari Desa Krapyak

Kompas.com - 05/06/2018, 07:39 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sementara untuk inovasi terbaru, baru-baru ini Polytron sedang memasarkan smart speaker yang terintegrasi dengan aplikasi berbasis android.

"Misalnya lagi, audio kita aplikasikan dengan apps kita versi android. Era zaman now semua membutuhkan gadget, semua harus aplikasi android. Hal-hal spt itu yang membantu produk Polytron bisa sesuai dengan kebutuhan pasar," jelas dia.

Bahan baku domestik

Di beberapa lini hasil produksi seperti speaker, lebih dari 50 persen komponen bahan baku yang digunakan oleh Polytron pun berasal dari dalam negeri. Dengan demikian biaya produksi bisa ditekan karena bahan baku dari dalam negeri cenderung lebih murah serta tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi pasar global.

"Selain itu, keuntungan menggunakan komponen domestik kalau order sampainya cepat, kalau impor waktu pengiriman menggunakan kapal laut sudah makan waktu 3 mingguan baru kita terima. Jadi kita usahan domestik sebanyak mungkin," papar Adi.

Besaran proporsi penggunaan bahan baku domestik dan impor bergantung pada jenis produk yang diproduksi. Untuk bahan baku yang impor, umumnya digunakan untuk produk LED TV dan smartphone. Karena, untuk LED TV dan Smart Phone, banyak komponen elektronik yang belum ada di Indonesia.

"Untuk penggunaan produk domestik terhadap bahan baku sejauh ini regulasi baru berlaku di mobile phone 4G itu 20 persen (penggunaan bahan baku domestik) kita sudah bisa memenuhi dari (regulasi) pemerintah. Nanti akan meningkat 30 persenpun kita sudah siap juga," jelas Adi.

Semua karyawan punya hak suara

Kunci dari eksistensi bisnis Polytron hingga saat ini adalah adanya divisi Research and Development (R&D) yang mumpuni. Divisi ini sudah mulai dipupuk dan dibangun pada tahun 1982. Hal ini lah yang menjadikan Polytron unggul dibandingkan dengan sesama kompetitornya produsen barang elektronik.

Untuk dapat menghasilkan satu produk inovatif baru, proses yang dilewati cukup panjang. Tidak semua ide pun dapat menghasilkan satu produk baru karena harus disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasar.

Di perusahaan tersebut, semua karyawan memiliki hak untuk memberikan ide dan suara mereka untuk mengembangkan produk dari perusahaan yag 100 persen sahamnya dimiliki oleh Grup Djarum ini.

"Itu (masukan untuk inovasi) kan banyak yang masuk, kita nanti diskusinya dengan marketing. Ketika kita meminta persetujuan marketing itu diharapkan mereka merepresentasi dari pasar, sehingga marketing nanti memilih kira-kira inovasi atau invensi apa yang sesuai, Apa yang sudah dipilih kita mulai kerjakan research dan development-nya untuk diaplikasikan ke produk," jelas Adi.

Baca juga: Kisah Ershad, Mengolah Limbah Elektronik Jadi Perhiasan untuk Ekspor

Adi menjelaskan, hanya 10 persen dari keseluruhan ide atau masukan untuk inovasi dan invensi yang dapat direalisasikan menjadi sebuah produk. Dalam satu tahun, Polytron sendiri dapat mengeluarkan 10 produk inovasi terbaru secara keseluruhan, sementara untuk produk TV, Polytron wajib untuk mengeluarkan 2 produk inovasi terbaru setiap tahun.

"Tapi yang kita kerjakan, tingkat keberhasilannya cukup tinggi, begitu dimarketkan kalau sudah diproses dan dipilih itu keberhasilannya di atas 70 persen," sebut Adi.

Hingga saat ini, R&D telah mematenkan 64 produk inovasi mereka melalui hak paten di dalam negeri dan Amerika Serikat.

Salah satu inovasi produk yang berhasil mendapatkan hak paten dari AS adalah penggunaan kulit sapi dan kambing sebagai membran speaker yang terinspirasi dari bedug masjid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com