Untuk MTN, karena pihak pembeli dibatasi hanya 49 pihak, maka minimum pembelian bisa dari Rp 5 M hingga puluhan M untuk mencapai target kuota yang ingin diterbitkan perusahaan.
Transaksi di Pasar Sekunder
Meskipun berbentuk surat hutang, baik obligasi maupun MTN dapat diperjual belikan sebelum jatuh tempo. Pada prakteknya, hanya obligasi pemerintah seri FR yang aktif diperdagangkan. Sementara untuk obligasi korporasi jarang. Untuk MTN lebih jarang lagi sehingga kebanyakan investor memegangnya hingga jatuh tempo.
Obligasi dan MTN dalam reksa dana
Obligasi dan MTN sering dijumpai pada reksa dana yang profilnya konservatif yaitu reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana terproteksi.
Kebijakan investasi dari kedua reksa dana sesuai dengan peraturan OJK adalah minimal 70 persen untuk reksa dana terproteksi dan minimal 80 persen untuk reksa dana pendapatan tetap harus diinvestasi pada surat berharga berbentuk hutang.
Jenis surat berharga yang dapat menjadi aset dasar reksa dana secara spesifik diatur dalam Pasal 5 Peraturan OJK Nomor 23 /POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Pada pasal 5 A dan 5 C, disebutkan
Investasi Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif hanya dapat berupa:
5.a. Efek yang ditawarkan melalui Penawaran Umum dan/atau diperdagangkan di Bursa Efek di dalam maupun di luar negeri dan
5.c. Efek Bersifat Utang atau Efek Syariah berpendapatan tetap yang ditawarkan tidak melalui Penawaran Umum dan telah mendapat peringkat dari Perusahaan Pemeringkat Efek;
Berdasarkan Peraturan OJK di atas, Obligasi masuk dalam kategori sesuai pasal 5 A dan MTN masuk dalam kategori sesuai pasal 5 C.
Dari sisi likuiditas, reksa dana pendapatan tetap merupakan jenis reksa dana yang bisa dibeli dan dijual investornya kapan saja. Untuk itu, pilihannya lebih banyak jatuh pada instrumen obligasi yang likuiditasnya lebih baik alias lebih banyak ditransaksikan di pasar sekunder seperti obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Porsi MTN kalaupun ada, biasanya lebih sedikit.
Baca juga: Reksa Dana Jadi Pilihan Tepat Investasi Buat Karyawan
Sementara untuk reksa dana terproteksi, karena hanya bisa dibeli pada awal masa penawaran dan dipegang hingga jatuh tempo, maka likuiditas tidak menjadi pertimbangan utama sehingga bisa berupa MTN dan atau Obligasi.
Dari sisi kebijakan investasi, maksimum penempatan pada 1 perusahaan di reksa dana pendapatan tetap dibatasi maksimal 10% kecuali obligasi pemerintah. Sehingga secara teori, minimal perusahaan yang terdapat dalam reksa dana pendapatan tetap adalah 10 perusahaan.
Sementara pada reksa dana terproteksi, manajer investasi diberikan keleluasaan untuk menempatkan 100 persen dana kelolaan pada 1 perusahaan saja. Jika terjadi risiko gagal bayar pada obligasi atau MTN, maka reksa dana pendapatan tetap paling banyak kehilangan 10 persen dari nilai investasinya, sementara pada reksa dana terproteksi, kehilangan bisa mencapai 100 persen.
Untuk itu, ketika berinvestasi pada reksa dana terproteksi, fokus utama dari investor adalah pada risiko gagal bayar perusahaan penerbit MTN dan Obligasi. Pihak yang menawarkan seperti Bank Agen Penjual atau Manajer Investasi tidak memberikan jaminan apabila terjadi gagal bayar.
Untuk investasi pada reksa dana pendapatan tetap, risiko gagal bayar tetap ada walaupun lebih kecil karena terdiversifikasi. Namun karena dapat diperjualbelikan setiap saat, harga reksa dana dapat berfluktuasi.
Suku bunga yang naik dapat menyebabkan harga reksa dana pendapatan tetap turun dan sebaliknya. Untuk itu, investor perlu memperhatikan perubahan data makro ekonomi seperti suku bunga dan inflasi serta menyadari bahwa terdapat risiko penurunan harga walaupun profil reksa dana konservatif.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.