Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Detil Aturan Tarif PPh Final UMKM 0,5 Persen

Kompas.com - 26/06/2018, 09:08 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo pada Jumat (22/6/2018) lalu telah meluncurkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak (WP) yang Memiliki Peredaran Bruto (Omzet) Tertentu.

Aturan itu diperkenalkan sebagai revisi PPh final untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dari yang tarifnya 1 persen jadi 0,5 persen. Tarif PPh final 1 persen sebelumnya tertuang dalam PP Nomor 46 Tahun 2013.

Berdasarkan salinan PP 23/2018 yang diterima Kompas.com, tertera beberapa poin penting dari aturan ini yang berlaku sebagai ketentuan utama.

Poin tersebut adalah pihak yang dikenakan peraturan ini adalah WP Orang Pribadi dan Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas.

Baca juga: Presiden Jokowi Umumkan Revisi Pajak UMKM 0,5 Persen

Kriteria WP yang dikenakan PP 23/2018 ini adalah mereka dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun.

PP ini juga mengatur ketentuan tarif PPh final 0,5 persen memiliki jangka waktu pengenaan, yakni 7 tahun bagi WP Orang Pribadi; 4 tahun bagi WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, dan firma; serta 3 tahun untuk perseroan terbatas.

Adapun hitungan omzet yang jadi acuan dikenakan tarif PPh final 0,5 persen adalah omzet per bulan. Jika dalam perjalanannya omzet WP melebihi Rp 4,8 miliar, maka tarif yang sama 0,5 persen tetap dikenakan sampai dengan akhir tahun pajak WP tersebut selesai.

PP 23/2018 ditetapkan pada 8 Juni 2018 lalu dan dinyatakan berlaku mulai 1 Juli 2018. Berlakunya PP 23/2018 sekaligus mencabut seluruh ketentuan dari aturan yang lama, PP 46/2013.

Prioritas

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan prioritas PP 23/2018 adalah untuk mengembangkan dunia usaha sekaligus mempermudah WP menunaikan kewajiban perpajakannya.

Penurunan tarif dari 1 persen menjadi 0,5 persen diyakini mengurangi beban pajak sehingga pelaku usaha bisa meningkatkan kemampuan ekonomi mereka untuk mengembangkan usahanya masing-masing.

"Tarif yang rendah juga diharapkan dapat membuat masyarakat semakin terdorong terjun ke dunia usaha. Selain itu, tarif rendah juga bisa mendorong kepatuhan perpajakan meningkat sehingga basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak semakin kuat," kata Sri Mulyani melalui akun Instagram @smindrawati, dua hari lalu.

Penguatan basis data perpajakan semakin dikejar sejalan dengan persiapan keikutsertaan Indonesia dalam program pertukaran data internasional untuk kepentingan perpajakan, atau dikenal dengan Automatic Exchange of Information (AEoI). Indonesia akan melaksanakan AEoI pada September 2018.

Setelah basis data perpajakan kuat dan sistem IT Direktorat Jenderal Pajak makin baik, kerja petugas pajak ke depan akan lebih efektif.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyebut, pihaknya akan lebih mudah memetakan mana WP patuh dan yang tidak sehingga akan ada perbedaan perlakuan sesuai dengan tingkat kepatuhan masing-masing WP.

Kompas TV Penolakan ini terjadi saat presiden meluncurkan pajak 0,5 persen di Gedung Jatim Expo, Surabaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com