BERINOVASI atau tertinggal. Mungkin kalimat tersebut relevan di era disrupsi saat ini. Tak terkecuali bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Seperti kita tahu, era disrupsi ditandai dengan hadirnya berbagai inovasi, teknologi, platform, dan model bisnis baru. Kita melihat, misalnya, bagaimana WhatsApp menjadi penantang operator telekomunikasi dengan meluncurkan layanan pesan dan telepon gratis.
Lalu, kehadiran Fintech secara perlahan mulai menggerus bisnis perbankan konvensional. Di lain sisi, perusahaan seperti Gojek dan Grab juga "menghisap darah" operator layanan taksi dengan menawarkan model bisnis berbagi (sharing business model).
Baca juga: Melihat Detil Aturan Tarif PPh Final UMKM 0,5 Persen
Saat ini, hampir semua perusahaan besar atau giant company mulai keluar dari zona nyamannya masing-masing agar tidak terlibas zaman. Mereka kembali meracik dan mengotak-atik bisnis modelnya dan membuat terobosan-terobosan baru agar bisa tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Bahkan, ada juga perusahaan yang berani mengirimkan atau merekrut sumber daya manausia (SDM) lasung ke Sillicon Valley, berharap "terciprat" ide kreatif.
Nah, menariknya, bagi sektor UMKM, era disruptif justru tidak menjadi momok yang menakutkan. Era ini malah membuka peluang-peluang besar bagi UMKM bisa naik kelas.
Lihat saja bagaimana perusahaan rintisan inovatif ramai-ramai menggandeng dan memberdayakan para UMKM.
Baca juga: Depresiasi Rupiah Terhadap Dollar Pengaruhi Pertumbuhan UMKM
Dengan kehadiran pemain marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee, masalah pemasaran yang dulunya jadi momok besar para pelaku UMKM terminimalisasi.
Kini, cukup me-listing produknya di situs-situs tersebut, produk UMKM dapat dengan mudah ditemukan para konsumen kapan pun dan di mana pun, tanpa terkendala oleh jarak dan waktu.
Survei Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) menjelaskan, era disrupsi telah banyak membantu UMKM. Munculnya perusahaan teknologi seperti Go-Jek, telah memberikan dampak yang luas bagi peningkatan omzet UMKM.
Dalam surveinya, LD FEB UI memaparkan kontribusi Go-Jek sebesar Rp 9,9 triliun per tahun terhadap perekonomian Indonesia. Nilai tersebut didapatkan dari kontribusi penghasilan mitra pengemudi Gojek sebesar Rp 8,2 triliun dan melalui mitra UMKM sebesar Rp 1,7 triliun setiap tahunnya.
Baca juga: Biar Produk dan Merek Tak Monoton, UMKM Jawa Tengah Belajar Branding
LD FEB UI memperkirakan masih terdapat tambahan Rp 138,6 miliar per bulan yang masuk ke ekonomi nasional semenjak mitra UMKM bergabung dengan Go-Food.
Pisang Goreng Madu Bu Nanik milik ibu Nanik Soelistiowati, menjadi salah satu contoh nyata bagaimana usaha rumahan yang kemudian skala bisnisnya naik berkali-kali lipat setelah bergabung sebagai merchant Go-Food.
Dalam pemberitaan di banyak media, ibu Nanik bercerita bagaimana awalnya hanya mampu menjual puluhan hingga ratusan pisang, lambat laun penjualannya mencapai angka ribuan.
Era disrupsi saat ini telah melahirkan perusahaan-perusahaan inovatif yang siap membantu UMKM menangkis kendala akses pasar.