Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bepergian ke Luar Negeri saat Dollar Mahal? Jalankan Jurus Hemat

Kompas.com - 07/07/2018, 11:30 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Hari-hari ini, pemberitaan berbagai media nasional di halaman bisnis atau ekonomi, tidak jauh dari cerita tentang kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Pelemahan rupiah terhadap the greenback, demikian istilah lain dollar AS, memang mencemaskan. Betapa tidak?

Perlahan tapi pasti, otot rupiah terus melemah dan menerbangkan harga dollar AS hingga mendekati Rp 14.500 per dollar AS.

Dalam setahun terakhir, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negeri Donald Trump itu sudah melemah sekitar 6 persen. Tak ayal, rupiah yang terus melemah membuat pasar keuangan cukup terguncang. Imbas lain yang juga muncul adalah kejatuhan pasar saham dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga harga-harga reksadana.

Moneysavers mungkin bertanya-tanya mengapa harga dollar AS terus melambung tinggi. Ada banyak penjelasan yang bisa Anda dapatkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sejauh ini, tercatat beberapa penyebab mengapa otot rupiah terus melemah melawan dollar AS.

Pertama, kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, menaikkan bunga acuan. Perekonomian negeri paman sam yang sempat kolaps satu dekade silam, perlahan terus bangkit dan menunjukkan perbaikan. Angka pengangguran di negeri tersebut terus berkurang hingga ke level 3,8 persen saja, terendah dalam 18 tahun terakhir.

Di sisi lain, daya beli masyarakat Amerika juga terus membaik, terindikasi dari laju inflasi mereka yang merangkak ke kisaran 2 persen. Dua hal itu memberi alasan yang cukup bagi The Fed selaku otoritas moneter di negeri tersebut untuk menempuh kebijakan kenaikan bunga acuan untuk mengendalikan perekonomian.

Kenaikan bunga The Fed sudah terjadi dua kali selama semester 1 tahun 2018. Para analis ekonomi memprediksi, The Fed masih berpeluang mengerek lagi bunga acuan mereka di sisa tahun ini.

Bunga acuan AS yang meningkat tak ayal membuat dana para pemodal global terpikat dengan aset dollar AS. Dana pemodal asing yang tadinya parkir di pasar negeri berkembang (emerging markets) seperti Indonesia, angkat kaki memburu aset dollar AS. Inilah yang membuat tekanan terhadap nilai tukar rupiah menghadapi dollar AS.

Sebenarnya bukan hanya rupiah, sih, yang tertekan oleh dollar AS. Hampir semua mata uang di dunia melemah melawan dollar AS.

Kedua, meningkatnya ketidakpastian global buntut dari memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Ketegangan hubungan AS dan China berawal dari langkah Donald Trump, presiden AS, mengenakan tarif impor bagi berbagai produk China senilai 50 miliar dollar AS. Ini dilakukan Trump menyusul kenaikan tingkat defisit perdagangan AS terhadap China yang menembus 375 miliar dollar AS pada tahun 2017.

Langkah berani Trump itupun dikecam oleh China. Maklum, Amerika saat ini adalah pasar utama produk China di mana nilai ekspor China ke Amerika Serikat mencapai 19 persen, terbesar dibandingkan ekspor mereka ke negara-negara yang lain.

Alhasil, sebagai langkah tandingan, China pun membalas AS dengan mengenakan tarif impor baru bagi 128 produk dari AS dengan nilai total sekitar 3 miliar dollar AS. Dunia pun terantuk ketidakpastian baru akibat perang dagang dua negara besar itu.

 

Ketiga, kondisi defisit neraca perdagangan di mana nilainya mencapai 2,83 miliar dollar AS hingga bulan Mei year-to-date. Cadangan devisa juga terus tergerus karena tekanan terhadap rupiah yang terus menerus berlangsung.

Tiga faktor tersebut membuat otot rupiah melemah cukup signifikan terhadap dollar AS. Bagi para pengusaha, pelemahan rupiah yang terus berlanjut mau tidak mau akan diikuti dengan penyesuaian harga jual produk mereka.

Terlebih bila bahan baku produk banyak yang harus dibeli dari luar negeri memakai dollar AS. Risiko inflasi atau kenaikan harga akibat faktor rupiah pun menjadi semakin besar.

Nah, bila Anda saat ini tengah berencana pergi ke luar negeri untuk liburan atau keperluan, tentu saja mahalnya dollar AS bisa memengaruhi kecukupan anggaran.

Jangan khawatir, masih banyak jurus yang dapat Anda tempuh supaya harga dollar AS yang kian mahal tidak memberatkan isi kantong. Dus, acara bepergian ke luar negeri pun bisa Anda lakukan dengan nyaman sesuai rencana.

Simak beberapa tips ala HaloMoney.co.id berikut ini:

1. Ubah negara tujuan

Apabila masih memungkinkan untuk mengubah tujuan negara yang akan Anda kunjungi, mengapa tidak? Anda bisa memilih bepergian ke negeri-negeri di mana nilai tukar mata uang mereka terhadap rupiah tidak terlalu mahal atau masih terjangkau oleh isi kocek. Langkah ini paling masuk akal ketimbang memaksakan pergi dengan kondisi anggaran traveling yang mepet.

Masih banyak, kok, negeri tujuan lain yang menarik untuk destinasi wisata. Misalnya, negeri-negeri di kawasan Asia Timur, Asia Selatan, dan lain sebagainya. Bila ingin sedikit lebih jauh ke benua Eropa atau Amerika, Anda bisa menimbang ke negeri yang tidak memakai dollar AS sebagai mata uang utama.

2. Atur ulang budget dan itinerary

Bagaimana bila destinasi traveling sudah tidak bisa diubah? Tiket pergi pulang sudah dibeli. Jadi, dollar mahal atau murah, akan mubazir bila Anda tidak jadi berangkat. Tenang, Anda masih bisa berhemat dengan mengecek lagi pengaturan budget selama bepergian dan penyesuaian itinerary.

Anggaplah tadinya Anda hendak berkeliling hingga ke 10 tempat selama sekian hari di tempat tujuan tersebut. Anda bisa mengubahnya menjadi 6 tujuan saja sehingga kebutuhan pengeluaran selama di negara tujuan bisa kamu kurangi.

 

3. Manfaatkan promo kartu kredit

Promo kartu kredit bisa cukup membantu penghematan bila Anda jeli memanfaatkannya. Jadi, sebelum berangkat Anda bisa mengecek apa saja promo yang dapat digunakan selama di negeri asing. Biasanya, penerbit kartu kredit memiliki program khusus yang berisi promo-promo spesial untuk transaksi di luar negeri.

4. Manfaatkan jaringan pertemanan

Anda punya teman baik di tempat tujuan? Mengapa tidak mencoba menghubunginya? Siapa tahu teman Anda bisa membantu keperluan selama di negeri asing. Mulai dari penginapan hingga tour guide. Jadi, selain reuni alias kangen-kangenan, Anda juga bisa menghemat biaya penginapan.

5. Siapkan uang tunai

Ketika di negeri asing, akan lebih baik bila Anda sudah menyiapkan berbagai keperluan selama di tempat tujuan. Termasuk kebutuhan uang tunai. Pasalnya, bila Anda terlalu sering ke tempat penukaran uang atau money changer, belum tentu bisa mendapatkan rate atau harga yang ramah alias murah.

Selain itu juga tidak efektif menunjang aktivitas transaksi yang cepat. Jadi, siapkan kebutuhan uang tunai secukupnya. Bila memang Anda punya kartu kredit yang bisa menunjang transaksi dengan rate murah, Anda bisa memanfaatkan hal tersebut.

6. Jangan sepelekan pengaturan telpon

Ketika di luar negeri, jangan lupa mengatur ponsel supaya tagihannya tidak membengkak akibat roaming atau konsumsi data internet yang mahal. Anda bisa memanfaatkan paket komunikasi di luar negeri yang khusus untuk pemakaian di mancanegara.

Dengan berbagai jurus itu, acara Anda bepergian ke luar negeri bisa tetap asyik walaupun harga dollar tengah mahal.

 

Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara Kompas.com dengan HaloMoney.co.id, dan Kompas.com tidak bertanggung jawab atas isi artikel tersebut.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com