Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nufransa Wira Sakti
Staf Ahli Menkeu

Sept 2016 - Jan 2020: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan.

Saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak

Keperkasaan Dolar AS, Momentum untuk Bangkit Bersama

Kompas.com - 08/07/2018, 15:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA gula ada semut. Peribahasa tersebut sangat cocok dengan penyebab terjadinya kondisi ekonomi global saat ini.

Uang bergerak mengikuti ke sumber yang lebih menguntungkan. Amerika Serikat (AS) adalah negara yang menjadi magnet bagi para pemilik uang untuk menginvestasikan dananya.

Setelah pulih dari krisis pada 2009, secara berangsur Bank Sentral Amerika mulai menaikkan suku bunganya.

Tidak hanya itu,Presiden Trump juga menurunkan tarif pajaknya dari 35 persen menjadi 21 persen. Ditambah lagi dengan investasi di AS juga memberikan imbal hasil atau yield yang meningkat karena yield obligasi AS dengan tenor 10 tahun menembus 3 persen dan diprediksi dapat mencapai 4 persen tahun 2019.

Hal ini semakin menarik banyak investor untuk memindahkan dananya ke Amerika.

Ditambah dengan situasi yang tidak menentu dari perang dagang dan geopolitik kawasan yang menyebabkan naiknya harga minyak dunia, semakin banyak pemilik modal yang melarikan kembali dananya ke Amerika.

Sebagai dampaknya, banyak terjadi pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar AS di beberapa negara. Pelemahan ini nilainya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kesehatan fiskal dan stabilisasi moneter.

Bagaimana dengan Indonesia?

Secara umum kondisi fiskal Indonesia dalam keadaan sehat, sebagaimana tercermin dalam pengelolaan APBN sampai dengan bulan Juni ini. Defisit anggaran semakin kecil bila dibandingkan tahun lalu sehingga keseimbangan primer diperkirakan akan bertahan surplus sebagaimana pada bulan Mei yang surplus 18,1 triliun.

Turunnya defisit anggaran ini juga menyebabkan turunnya pembiayaan melalui utang tanpa harus memotong uang belanja negara.

Keseimbangan primer yang surplus juga menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membayar utang tanpa melakukan utang lagi. Demikian juga pertumbuhan ekonomi, diperkirakan masih dapat dicapai lebih dari 5 persen.

Dari sisi moneter juga Indonesia masih relatif stabil. Inflasi tahun ini diperkirakan masih di seputaran 3 persen sesuai target. Bahkan pada bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri yang biasanya menyebabkan kenaikan harga yang sangat signifikan, inflasi sampai dengan akhir Juni 2018 tetap terkendali.

Bank Indonesia juga telah menaikkan suku bunganya untuk mengimbangi kebijakan The Fed. Walaupun dianggap progresif, dengan tiga kali kenaikan selama dua bulan, kebijakan ini cukup untuk mengendalikan pasar keuangan.

Untuk tetap menggerakkan pasar, BI memberi relaksasi pada aturan kredit pemilikan rumah dengan merevisi aturan rasio pinjaman terhadap aset.

Terus melemah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com