Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Mayoritas di Freeport, Penerimaan RI Harus Lebih Besar

Kompas.com - 12/07/2018, 22:43 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui induk holding BUMN bidang pertambangan, PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum (Persero), sepakat dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk divestasi saham 51 persen. Setelah nanti Indonesia resmi memiliki saham mayoritas di Freeport, bagaimana potensi penerimaan negara dari sektor pajak?

"Pedoman bagi kami meletakkan financial stability agreement melalui kesepakatan dengan Freeport adalah Pasal 169 UU Minerba, yaitu total penerimaan RI agregat harus lebih besar," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai acara penandatanganan kesepakatan poin divestasi Inalum dengan Freeport di Kementerian Keuangan, Kamis (12/7/2018).

Sri Mulyani menjelaskan, komposisi penerimaan negara setelah divestasi saham Freeport 51 persen tercapai terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Saat ditanya mengenai detilnya, Sri Mulyani menyebut akan disampaikan ketika transaksi dalam proses divestasi saham rampung sebelum akhir tahun ini.

Per hari ini, Inalum dan PTFI telah menandatangani kesepakatan divestasi untuk diteruskan ke transaksi pengalihan saham yang akan mulai diproses. Nilai yang dikeluarkan Inalum untuk mencaplok 51 persen saham Freeport sebesar 3,85 miliar dollar AS atau setara Rp 55,44 triliun dengan perhitungan kurs Rp 14.400 per dollar AS.

Baca juga: Divestasi Saham Freeport, Inalum Didukung 11 Bank

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menargetkan, pembayaran tersebut selesai dalam 2 bulan. Setelah itu, Indonesia resmi memiliki 51 persen saham Freeport dan poin-poin kesepakatan pemerintah dengan Freeport dari hasil perundingan tahun lalu juga akan berlaku.

Poin yang dimaksud yaitu divestasi saham 51 persen, perubahan status PTFI dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), komitmen pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter, stabilisasi penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan dengan status KK, serta perpanjangan IUPK Operasi Produksi maksimal 2 kali 10 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com