TULISAN ini untuk menanggapi Pak Rizal Ramli (Pak RR) pada acara dialog Sekber Indonesia di Jakarta, Rabu 11 Juli 2018. Nampaknya beliau senang dengan lampu merah karena disebutkan bahwa kondisi ekonomi kita sudah masuk kategori lampu setengah merah.
Pernyataan tersebut dikaitkan dengan Pertama, CDS (Credit Default Swap) yang meningkat cukup drastis dan yang kedua disebutkan bahwa vulnerability index atau indeks kerentanan Indonesia sudah di posisi nomor dua dalam indeks tersebut. Pak RR beranggapan pemerintah tidak pernah memperhatikan keduanya.
CDS menunjukkan pandangan pasar keuangan terhadap risiko kredit suatu entitas, yang terbagi dalam jangka waktu (tenor) tertentu. Makin tinggi CDS, makin tinggi risiko kredit entitas tersebut, yang berpotensi pada gagal bayar (default).
Sejak awal tahun 2018 hingga 11 Juli 2018, CDS Indonesia untuk tenor 10 tahun telah meningkat 57 bps menjadi 211,16 bps. Sementara itu untuk tenor 5 tahun meningkat 41,52 bps menjadi 126,52 bps.
Kondisi CDS tenor 10 tahun saat ini masih lebih rendah dibandingkan kondisi di akhir tahun 2016 sebesar 225,33 bps, demikian juga untuk CDS tenor 5 tahun di akhir tahun 2016 sebesar 157,55 bps. Perubahan kondisi CDS Indonesia selama tahun ini masih dalam batas aman.
Baca juga: Curhat Rizal Ramli kepada Warga yang Datangi Rumahnya dengan 5 Kopaja
Jika dibandingkan dengan saat krisis keuangan global tahun 2008, CDS Indonesia mencapai 1295 bps untuk tenor 10 tahun dan 1256,7 bps untuk tenor 5 tahun.
Kemudian jika dibandingkan lagi dengan negara peers lain, kondisi CDS tenor 10 tahun Indonesia saat ini (data 11 Juli 2018) juga masih relatif lebih baik, seperti misalnya Turki (397,92 bps), Brazil (356,53 bps), dan Vietnam (227,53 bps).
Pemerintah senantiasa memantau pergerakan CDS karena erat kaitannya dengan yield Surat Berharga Negara (SBN). Dalam kondisi saat ini, saat investor dan pelaku pasar masih wait and see atas perubahan kondisi perekonomian yang menuju keseimbangan baru, perilaku pelaku pasar cenderung mixed.
Dalam jangka waktu sepekan terakhir ini, CDS Indonesia malah menunjukkan penurunan, masing-masing 6 bps dan 11 bps untuk tenor 5 dan 10 tahun, seiring dengan mulai menurunnya yield SBN kita. Sebagai informasi kepada Pak RR, Indonesia juga tidak pernah default dalam melakukan pembayaran utang.
Yang kedua, tentang External Vulnerability Indicator (EVI) yang juga disampaikan Pak RR. EVI merupakan indikator yang menunjukkan kerentanan suatu negara ditinjau dari rasio utang luar negeri jangka pendek, utang luar negeri jangka panjang yang akan jatuh tempo dan deposito asing selama setahun terhadap cadangan devisa. Indikator ini dikeluarkan setahun sekali.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.