Konsep pemimpin yang melayani, sebenarnya bukanlah konsep baru. Bahkan, dalam kitab kuno seperti yang ditulis oleh Lao Tse dalam buku Tao Te Ching telah memberikan penuntun soal pemimpin yakni, “Pemimpin yang hebat adalah yang menyatu dengan yang dipimpinnya, bahkan orangpun tidak terlalu sadar dengan kehadirannya. Bahkan ketika apa yang diinginkannya telah tercapai orang akan berseru, “Wah, kita telah berhasil melakukannya!”.
Begitu juga, dalam tradisi di India, penulis Chanakya dalam Arthashastra mengatakan dengan tegasnya, “Raja adalah seorang pelayan yang dibayar dengan uang rakyatnya untuk menikmatinya bersama rakyatnya!”. Sungguh kalimat yang pantas direnungkan oleh para pemimpin kita.
Penolakan Terhadap Servant Leadership!
Nyatanya, menghadirkan konsep servant leadership ini bukannya gampang. Ketika konsep servant leadership diperkenalkan di seminar dan training, hal ini bukannya tanpa penolakan.
Ada beberapa komentar yang muncul. Pertama-tama, ada yang mengatakan, “Ngapain jadi pemimpin, kalau nggak bisa mengatur!”. Bagi mereka ya, yang namanya pemimpin harus memiliki kuasa untuk mengendalikan, mengatur.
Penolakan lainnya, ada yang menganggap bahwa Servant Leadership melakukan campur tangan terlalu jauh dengan terlibat dalam kehidupan anak buahnya. Belum lagi, ada yang menganggap servant leadership membuat seorang pimpinan tampak kurang memiliki wibawa.
Bahkan, ada yang menangganggp terlalu menerapkan servant leadership akan membuat bawahan menjadi ngelunjak. Dan penolakan terkeras biasanya mengatakan pula bahwa servant leadership itu hanyalah suatu idealisme, nggak praktis dan juga nggak masuk akal.
Tapi, Mengapa Kita Justru Butuh Servant Leadership?
Yang jelas, seperti yang kita lihat, pilkada serentak baru saja usai. Banyak wajah pemimpin baru yang bermunculan. Dan motif mereka menjadi pemimpin pun bisa begitu beragam, mulai dari alasan yang paling egois sampai ke alasan yang paling mulia.
Realitanya, banyak pemimpin kita yang pada saat kampanye dan di awal pengukuhannya jadi pemimpin, berbicara soal idealismenya. Namun, apa yang terjadi beberapa tahun berikutnya?
Banyak yang berakhir tragis. Banyak yang berakhir dengan menjadi tahanan di penjara. Pasalnya, pemimpin ini mulai berpikir, “Buat saya mana?”. Gaya kepemimpinan merekapun berubah menjadi egois, manipulatif dan koruptif.
Bukan hanya karna fakta di atas. Sekarang pun, ada beberapa alasan yang menyebabkan mengapakah kita merindukan pemimpin yang bergaya Servant Leader. Diantaranya, rakyat yang mulai capek dengan pemimpin yang selalu minta untuk dilayani terus menerus. Sementara, setelah berada di posisi pemimpin, mereka sama sekali tidak peduli.
Di sisi lainnya, kini rakyat tidaklah bodoh. Informasi semakin banyak dan semua mata semakin bisa melihat lebih transparan, manakah pemimpin yang mementingkan rakyat serta mana yang lebih selfish (yang berorientasi dirinya sendiri). Selain itu, tentu saja, akhirnya rakyat pun makin bosan dengan wacana dan slogan. Orang pun lebih membutuhkan bukti pekerjaan yang nyata.
8 Karakter Servant Leadership
Lantas, pertanyaan yang menarik adalah. Bagaimanakah penerapan dari karakter Servant Leader tersebut? Untuk mudahnya, dan diinspirasi oleh gagasannya Robert Greenleaf, maka kita bisa menggunakan anggota badan kita sebagai simbol perilaku seorang pemimpin yang berorientasi Servant Leader. Bagaimanakah itu? Ada pun ke-8 karakteristik tersebut: