Pertama-tama, adalah kuping. Kuping, adalah simbol mendengarkan secara seimbang, tidak berat sebelah. Ia berusaha mendengarkan apa fakta yang ada, tetapi sekaligus juga mendengarkan opini, untuk mendapatkan pertimbangan yang tak berat sebelah.
Kedua, hati. Hati adalah simbol berempati. Empati, berarti si pemimpin bisa memposisilkan dirinya pada diri pengikutnya. Istilah, “Put yourself on someone’s shoes” (meletakkan dirimu di sepatu orang lain) menjadi bagian dari filosofinya.
Ketiga dan keempat, adalah mata. Mata disini, disimbolkan dengan mata kiri dan mata kanan. Mata sebelah kiri menggambarkan awareness (kesadaran) dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Jadi sebagai pemimpin, ia sungguh terlibat tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Ia punya kesadaran soal kondisi di lapangan.
Berikutnya, mata kanan, adalah mata intuitif yang menggambarkan, seorang pemimpin mesti punya gambaran tentang apa yang ia ingin wujudkan. Termasuk bagian ini adalah visi jangka panjangnya.
Kelima, adalah mulut. Bagian ini menanunjukkan kapasitas seorang leader untuk menjadi komunikator yang baik. Ia menggunakan teknik persuasi bukan memaksa. Dengan demikianlah, ia mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu, bukan karena terpaksa, tetapi karena ingin melakukannya.
Keenam dan ketujuh, adalah kedua tangan. Tangan kanannya, selalu siap membantu dan menolong, khususnya kalau dia bisa melakukan untuk orang yang dipimpinnya. Dan tangan kirinya, menjadi simbol tangan yang siap mengembangkan orang menjadi lebih baik.
Akhirnya, ada simbol kedelapan yakni obat. Obat ini menjadi simbol menyembuhkan. Intinya, seorang pemimpin adalah “obat” bagi timnya. Di kala timnya, punya problem, atau organisasinya punya masalah, ia memberikan solusi dan bukannya menambahkan masalah.
Tulisan ini, saya akhiri dengan curhat seorang peserta seminar kami yang memiliki atasa yang luar biasa, “Atasan saya sungguh luar biasa. Seringkali, ia menemani di laporan akhir. Waktu kami nanya kenapa nggak pulang Bu, jawabanya “Temanin kalian dulu” padahal ia punya keluarga di rumah. Kalau kerja malam, kadang kami dibeliin snack atau makan dari uang sakunya sendiri. Terus kalau keluar negeri, satau per satu diingat dan kami selalu bisa curhat kepadanya. Yang luarbiasa adalah waktu ada rekan kami yang keguguran. Pagi-pagi dia datang dan menangis bersama rekan saya itu. Kami semua menangis. Kemanapun atasan saya ini pergi, rasanya saya akan ikut!”
Sungguh contoh sederhana yang menarik. Dan yakinlah, negeri kita akan menjadi semakin baik kalau kita memiliki semakin banyak pemimpin yang tidak fokus pada egonya!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.