Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rhenald Kasali Bicara Disrupsi, Hancurnya Asosiasi, dan Pemerintah Gagal "Move On"

Kompas.com - 23/07/2018, 06:34 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Disrupsi atau perubahan yang terjadi di berbagai lini kehidupan memiliki dampak negatif jika tidak disikapi dengan baik dan adaptif. Termasuk dalam kegiatan ekonomi, di mana selama ini disrupsi sudah dirasakan bahkan jadi kekhawatiran pelaku usaha.

Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengungkapkan, mereka yang sadar terhadap disrupsi akan segera melakukan shifting. Shifting ini bukan sekadar dari offline ke online, tetapi lebih luas dari itu karena kini ada yang namanya platform.

"Saya khawatir, pembicaraan kita tentang tutupnya toko-toko itu menjadi pikiran banyak orang bahwa shifting itu dari offline ke online. Dari taksi konvensional ke taksi online. Padahal, shifting terjadi secara menyeluruh dan luas," kata Rhenald saat acara peluncuran buku terbarunya yang berjudul "The Great Shifting" di Rumah Perubahan, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (21/7/2018).

Rhenald menjelaskan, shifting terjadi juga di sektor kehidupan lain, seperti pendidikan, layanan keuangan, politik, bahkan seks. Dia mencontohkan, sekolah-sekolah terkenal di dunia kini telah menawarkan jasa mereka via online, dengan hanya menjual elemen-elemen tertentu sesuai permintaan konsumen.

Baca juga: Rhenald Kasali: Pengusaha yang Senang Impor Sedang Celaka, Harus Cari Alternatif...

"Sama dengan fintech, kalau bank menjual lengkap, fintech hanya menjual remittance atau pengiriman uang," tutur Rhenald.

Beberapa perusahaan yang sadar akan disrupsi mulai melakukan shifting dengan memanfaatkan teknologi terbaru yang tidak lepas dari platform. Platform ini mengubah sistem bisnis yang terdahulu, karena basisnya teknologi dan sharing, yang membuat investasinya tidak terlalu besar, tidak butuh banyak karyawan serta kantor yang tetap.

Hancurnya asosiasi industri

Lantas, bagaimana cara untuk melakukan shifting secara tepat? Hal pertama yang perlu dilakukan menurut Rhenald adalah melakukan pemindaian lingkungan dengan melepas kacamata asosiasi industri.

"Kebanyakan teman-teman pengusaha lihat dalam terowongan, terowongan itu asosiasi industri. Platform ini menghancurkan asosiasi industri," ujar Rhenald.

Asosiasi industri yang sejenis dianggap tidak lagi jadi patokan karena platform sudah membuatnya jadi lintas sektor. Rhenald menyebut Amazon yang kebanyakan orang anggap sebagai perusahaan ritel karena berjualan barang, tetapi sekaligus sebagai banking.

Sama halnya dengan Go-Jek yang tidak bisa dibilang perusahaan layanan transportasi semata, karena juga menyediakan layanan perbankan lewat Go-Pay. Bahkan bisa dipakai membeli makanan hingga berkirim barang dan jasa lainnya.

Dengan memperbarui sudut pandang dan pemikiran tersebut, perusahaan bisa melihat lebih luas tantangan serta peluang ke depan. Rhenald mengingatkan, sikap terbuka merupakan kunci utama karena generasi yang lama kerap bersikap abai, bahkan menyalahkan turunnya daya beli sebagai penyebab lesunya usaha mereka ketimbang memahami disrupsi dan melakukan shifting.

"Ketika penjualan turun, ternyata bukan hanya kita, tetapi teman-teman kita, kemudian kita melipur diri dengan bilang daya beli turun, I want to tell you, that not as simple as like that. Lihatlah di tempat lain, apa terjadi secara konsisten. Daya beli turun, semua mengalami masalah, tapi kalau shifting, turun di sini, ada yang naik di sana," kata Rhenald.

Baca juga: Via Vallen, Nella Kharisma, dan Disrupsi Dangdut Koplo

Regulator gagal "move on"

Dalam menjalankan usaha, pengusaha tak lepas dari pemerintah yang berlaku sebagai regulator. Namun, Rhenald memandang pemerintah kini justru terperangkap dengan masa lalu, termasuk cara pikir dan mengacu pada teknologi masa lampau yang sebenarnya sudah tidak relevan diterapkan saat ini.

"Regulator terperangkap dengan cara berpikir yang lalu. Undang-Undang terkunci semua dengan teknologi masa lalu," tutur Rhenald.

Dia mencontohkan, fungsi argometer sudah diganti dengan GPS karena pelanggan lebih mementingkan waktu ketimbang jarak. Lebih luas lagi, UU Lalu Lintas mengatur tentang kendaraan dalam trayek, sementara semua taksi sekarang sudah jadi taksi online, baik yang pakai mobil biasa maupun taksi konvensional yang kerja sama lewat platform tertentu.

"Bagaimana pemerintah tidak gamang? Di satu pihak, dia harus menjalankan UU, teman-teman DPR lebih suka ikut acara di TV, debat-debat yang bohongin kita, ketimbang buat UU. UU jelas harus diperbarui. Kalau tidak, pemerintah harus setengah menutup mata terhadap hal-hal yang sedang terjadi," ujar Rhenald.

Hal yang bisa segera dilakukan oleh pemerintah adalah membuka diri, mulai belajar platform, serta bersama DPR menghasilkan aturan-aturan baru yang lebih futuristik. Pemerintah juga dapat menggandeng anak-anak muda yang kebanyakan memberi ide segar untuk menghadapi masa depan.

Kompas TV Pengguna online masih didominasi kaum muda dan berekonomi menengah ke atas, yang jumlahnya belum signifikan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Bagaimana Cara Menjaga Skor Kredit Tetap Baik?

Bagaimana Cara Menjaga Skor Kredit Tetap Baik?

Whats New
Penumpang Bercanda Bawa Bom, Penerbangan Pelita Air dari Surabaya Tertunda

Penumpang Bercanda Bawa Bom, Penerbangan Pelita Air dari Surabaya Tertunda

Whats New
Saham Bank Jago 'Ambles' 4,7 Persen, IHSG Hari Ini Berakhir di Zona Merah

Saham Bank Jago "Ambles" 4,7 Persen, IHSG Hari Ini Berakhir di Zona Merah

Whats New
Dorong Pertumbuhan Industri di Batam, PGN Salurkan Gas Bumi Sebesar 10 BBTUD Ke PLN Batam

Dorong Pertumbuhan Industri di Batam, PGN Salurkan Gas Bumi Sebesar 10 BBTUD Ke PLN Batam

Whats New
Pengembangan Pelabuhan Berkelanjutan Tak Mudah, Ini Syaratnya

Pengembangan Pelabuhan Berkelanjutan Tak Mudah, Ini Syaratnya

Whats New
Program Kampung Nelayan Modern di Biak Diharap Bisa Tingkatkan Pendapatan Nelayan

Program Kampung Nelayan Modern di Biak Diharap Bisa Tingkatkan Pendapatan Nelayan

Whats New
Nickel Industries Targetkan Pengurangan Emisi 50 Persen pada 2035

Nickel Industries Targetkan Pengurangan Emisi 50 Persen pada 2035

Whats New
Peran AI Generatif untuk Bisnis Makin Dilirik, Jangan Lupakan soal Keamanannya

Peran AI Generatif untuk Bisnis Makin Dilirik, Jangan Lupakan soal Keamanannya

Whats New
Akuisisi Bisnis Konsumer Citi Rampung, Bos UOB Indonesia: Kami Berharap Dapat Tumbuh Lebih Cepat...

Akuisisi Bisnis Konsumer Citi Rampung, Bos UOB Indonesia: Kami Berharap Dapat Tumbuh Lebih Cepat...

Whats New
Wacana 3 Stasiun Kereta Cepat Whoosh Jarak Berdekatan di Bandung

Wacana 3 Stasiun Kereta Cepat Whoosh Jarak Berdekatan di Bandung

Whats New
Warga Kepri, Penukaran Uang Logam yang Ditarik BI Bisa Dilakukan di Bank Umum

Warga Kepri, Penukaran Uang Logam yang Ditarik BI Bisa Dilakukan di Bank Umum

Whats New
TikTok Shop Bakal Gandeng Tokopedia, Mendag Zulhas: Boleh Dong...

TikTok Shop Bakal Gandeng Tokopedia, Mendag Zulhas: Boleh Dong...

Whats New
Optimalkan Kinerja, Chubb Life Indonesia Perkuat Layanan Digital

Optimalkan Kinerja, Chubb Life Indonesia Perkuat Layanan Digital

Whats New
Pengertian Pertumbuhan Ekonomi, Perhitungan, dan Faktor Penentunya

Pengertian Pertumbuhan Ekonomi, Perhitungan, dan Faktor Penentunya

Whats New
Pengguna LRT Palembang Hampir Mencapai 4 Juta Tahun Ini

Pengguna LRT Palembang Hampir Mencapai 4 Juta Tahun Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com