Akhirnya, ketiga. Ini menjadi pelajaran penting juga bagi pemerintah dan atlit yang lainnya. Pengorbanan Zohri sebenarnya luar biasa. Saya teringat dengan kalimat seorang mantan atlit yang kini hanya jadi pelatih sebuah club olah raga. “Di Indonesia, menjadi atlit adalah pengorbanan. Jangankan atlit yang tidak sukses. Atlit yang suksespun banyak yang hidupnya merana setelah tua.” Problemnya, ternyata ada banyak mantan atlit yang hidupnya, tidak banyak yang memedulikan.
Pengorbanan Zohri sungguh luar biasa. Ia mengorbankan masa mudanya untuk berlatih. Untuk mengharumkan bangsa. Bahkan pendidikan tinggi pun tidak dienyamnya. Kita sungguh berharap pemerintah memberikan support serius kepada para atlit-atlit kita.
Sebenarnya inilah yang menjadi kendala besar di negeri ini, yakni menjadi atlit. Banyak yang mengatakan, ini pula yang menjadi alasan mengapa di negara dengan 265 juta jiwa, sebenarnya prosentase atlit kita yang seharusnya tinggi, justru tidaklah banyak. Mengapa?
Alasannya sederhana, menjadi atlit artinya harus mengorbankan kehidupan, finansial bahkan masa depan yang belum tentu akan dijamin oleh negara. Di sinilah Zohri seolah berpesan kepada kita lagi, “Tekuni panggilan dan bakatmu, bukan karena semata-mata karena mencari rejeki. Tapi, ketika kamu sukses, rejekipun akan datang.
Tapi, semoga saja pengorbanan yang telah dilakukan oleh Zohri, sungguh diperhatikan dan diberi penghargaan setingginya oleh negeri kita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.