Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah BI Menahan Arus Modal Keluar dengan SBI Bukan Tanpa Risiko

Kompas.com - 25/07/2018, 07:32 WIB
Mutia Fauzia,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) baru saja mengaktifkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tenor 9 bulan dan 12 bulan.

Pada Senin, (23/7/2018) lalu, BI telah mengumumkan hasil lelang dari SBI tersebut dengan total dana yang berhasil dikumpulkan sejumlah Rp 5,975 triliun.

"Dari total nilai yang ditawarkan Rp 14,2 triliun, dimenangkan Rp 5,9 triliun," jelas Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Nanang Hendarsyah di Gedung BI, Selasa (24/7/2018).

Jika dirinci, untuk masing-masing tenor 9 bulan dan 12 bulan, nilai yang dimenangkan adalah sebesar Rp 4,18 triliun dan dan Rp 1,79 triliun.

Baca juga: BI Tegaskan SBI Tak Akan Ganggu Pasar Surat Utang Pemerintah

Dari masing-masing tenor tersebut, imbal hasil yang diberikan sebesar 6,25 persen untuk SBI tenor 9 bulan dan 6,35 persen untuk SBI tenor 12 bulan.

Rencananya, BI akan melakukan lelang SBI secara reguler setiap bulannya, meski penjelasan lebih lanjut akan diberikan dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada Agustus mendatang.

"SBI ini akan dilakukan setiap bulan, mungkin setelah RDG bulanan kita umumkan, tapi ini belum jadi patokan," lanjut Nanang.

Menahan Arus Modal Keluar

Ekonom Center of Reform On Economics Piter Abdullah mengatakan, langkah BI mengaktifkan kembali SBI setelah terakhir Desember 2016 lalu merupakan upaya untuk menahan arus modal keluar dari Indonesia.

Pasalnya, dengan suku bunga acuan yang sudah dinaikkan sebesar 100 bps per Juni 2018 lalu menjadi 5,25 persen, investor membutuhkan instrumen yang juga antraktif dan memiliki imbal hasil yang kompetitif.

Sementara saat ini, pilihan instrumen investasi di Indonesia masih terbatas pada Surat Berharga Negara (SBN) dan saham saja.

"Memang SBI diharapkan bsia menjadi tambahan daya tarik bagi investor asing sehingga diharapkan bisa menahan arus modal keluar," ujar Piter ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (24/7/2018).

SBI disukai investor asing

Piter pun menilai, selama ini SBI memang instrumen yang disukai oleh asing. Sebab, SBN dirasa tidak memiliki kedalaman yang cukup besar.

Sehingga, di tengah kondisi arus modal yang mengalir deras keluar akibat kondisi global, banyak penanam modal asing yang memilih untuk menjual SBN yang mereka pegang.

"BI mencoba menahan itu dengan menerbitkan kembali instrumen yang selama ini disukai asing," ujar Piter.

Meski, investor asing sendiri baru bisa mendapatkan SBI 7 hari setelah surat utang tersebut dimenangkan oleh bank peserta lelang. Sebab, BI memberikan aturan masa tunggu untuk tiap transaksi SBI selama 7 hari.

Baca juga: Per 2018, Bank Indonesia Serap SBN Rp 67,84 Triliun

Jika dibandingkan dengan SBN yang menggunakan sistem kupon, lanjut Piter, dengan sistem SBI yang menggunakan diskonto, modal yang dikeluarkan untuk membeli SBI akan lebih sedikit.

"Jadi, sistemnya potong harga. Kalau harganya 100 diskontonya 6 persen belinya cuma 94 jadi modal yang dikeluarkan untuk beli SBI lebih sedikit dari SBN," ujar dia.

Selain itu, SBI dinilai lebih bebas risiko dari sisi penanaman modal.

Penuh risiko

Namun, Piter mengaku langkah BI untuk mengaktifkan kembali SBI bukan tanpa risiko. Sebab, SBI yang dianggap lebih menarik oleh investor sangat memungkinkan untuk mengambil pasar SBN.

Senada dengan Piter, Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih pun mengatakan, potensi perebutan dana atau kompetisi antara SBI dengan SBN sangat mungkin terjadi.

Alasannya, dalam sistem lelang akan sangat mungkin bank memberikan penawaran imbal hasil yang lebih tinggi dari SBN.

"Karena kalau misalnya BI dalam upayanya untuk menarik dana dia tentu akan memberikan insentif yg lebih tinggi atau lelang itu bisa diminta oleh bank merasa bahwa BI kayanya perlu nih, taruhlah imbal hasil yg bisa lebih tinggi dari SBN tentu akan jadi persaingan, " ujar dia.

Baca juga: BI Berharap Investasi Asing Masuk Lewat SBN

Selain itu, ada pula kekhawatiran, bank akan enggan menyalurkan kredit lantaran dana yang seharusnya digunakan untuk menyalurkan kredit justru disalurkan ke SBI.

Padahal, sumber dana bank yang berasal dari dana pihak ketiga (DPK) seharusnya disalurkan untuk kredit.

"Tapi di tengah kondisi yang tidak menentu bank jadi agak ragu-ragu untuk menyalurkan kredit yang berisiko dan memilih untuk disalurkan ke SBI," lanjut Lana.

Risiko lain yang mungkin terjadi dari reaktivasi SBI ini adalah dapat menjadi beban lantaran biaya operasi moneter yang digelontorkan untuk membayar bunga menekan anggaran bank sentral hingga mencatat defisit. Hal ini pernah terjadi pada 2009 lalu.

Langkah antisipatif

Namun, BI juga telah memperkirakan berbagai risiko tersebut. Untuk mengatisipasi adanya distorsi pasar SBN, BI mengklaim tidak akan melakukan waktu yang lelang SBI yang berdekatan dengan SBN. Meski, tidak bisa ada yang menjamin kondisi di pasar sekunder nantinya.

Selain itu, BI juga mengatur masa tunggu selama 7 hari untuk mengurangi risiko keluar-masuknya dana yang tidak terkendali.

"Bank yang memenangkan lelang tersebut diharuskan memegang dahulu dan tidak boleh dijual ke pasar sekunder selama 7 hari. Setelah 7 hari baru boleh dijual ke pihak lain termasuk asing. Begitu juga bila nanti pihak asing mau menjual kembali (SBI) ke pihak lain, dia juga harus menunggu 7 hari," jelas Nanang.

Nanang juga menambahkan, instrumen SBI ini hanya akan dioperasikan ketika terjadi likuiditas berlebih di pasar keuangan, seperti kondisi saat ini.

Baca juga: Melambat, Utang Luar Negeri RI Per Mei Capai Rp 4.995 Triliun

"Sehingga, ketika likuiditas dinyatakan sudah cukup, instrumen ini bisa dinonaktifkan kembali, tidak dicabut PBI (Peraturan Bank Indonesia)nya, hanya dinonaktifkan," ujar dia.

Nanang menjelaskan, penerbitan SBI merupakan instrumen tambahan dalam operasi moneter pada jangka pendek. Sebab tujuan jangka panjang untuk menarik investor tetap pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN).

"Idealnya kita menggunakan SBN untuk arah jangka panjang, tapi melihat dinamika (perekonomian) sekarang, kami menggunakan SBI yang tenor 9 dan 12 bulan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com