Perusahaan listrik bisa kita bangun, eksplorasi tambang berskala besar bisa dikerjakan. Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dapat kita biayai. Dan proyek-proyek lain dengan capital density yang tinggi.
Sebab ikut memiliki, mereka akan memperoleh revenue. Dari situ kekayaan diciptakan. Kekayaan itu akan tingkatkan modalitas hidup mereka. Pada gilirannya lingkaran setan kemiskinan bisa dipangkas. Atau, si miskin akan mudah untuk naik kelas. Konsumsi diefisienkan, usaha dikonsolidasikan, bank dan asuransi dikolektifkan, tanah dikolektivisasi serta sumberdaya-sumberdaya yang lain dibagi dan kolaborasikan. Itu secuil utopia ekonomi sosial.
Dalam hukum 6D’s Exponential, Peter Diamandis mengatakan di ujung sana berbagai sumberdaya akan terdemokratisasi. Apa-apa yang sebelumnya mahal menjadi murah. Yang dimiliki menjadi terbagi. Akses terhadap sumber daya menjadi lebih mudah. Sebutlah hari ini di mana modal tersebar lewat banyak digital lending platform.
Tentu saja, demokrasi itu harus diperluas dan diperdalam. Bukan sekedar akses terhadap sumberdaya, namun harus sampai pada pemilikan, pengelolaan dan pengendalian. Bayangkan, pada kasus khusus, data pribadi kita sebenarnya rentan untuk disalahgunakan berbagai platform yang gratis kita akses. Disaling tukarkan, dijual ke mitra dan dimonetisasi menjadi bisnis lain. Padahal, di masa depan data adalah ladang emas baru dalam lanskap ekonomi digital.
Utopia itu memang itu memang manis dibayangkan. Akan menjadi candu bila tidak dikerjakan. Akan menjadi pentolok ukur sistem nilai dominan bila kita kerjakan. Akan menjadi ideologi bila massif teroperasionalkan. Dan utopia penting agar hidup lebih menggairahkan dan memesona, karena ada yang patut diperjuangkan melampaui kita sebagai persona.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.