Dagadu (pernah) terancam bubar
Dagadu berawal dari sekelompok mahasiswa UGM yang senang mengurus pembuatan seragam untuk acara-acara kampus. Dari sana, pertemanan berkembang menjadi bisnis berupa usaha kecil-kecilan sampai suatu titik mereka sudah sampai pada yang namanya balik modal.
"Ada satu momen, tahun 1996, usia Dagadu dua tahun. Iuran sudah terkumpul lagi, modal yang dikumpulkan sudah terkumpul dan ada untungnya. Kebetulan memang bersamaan saat itu saya harus tugas akhir, teman-teman ada yang sudah lulus, mau lanjut S-2, ke Jakarta dan sebagainya," ucap Arief.
Kala itu, pendiri Dagadu yang berjumlah 25 orang mulai memikirkan apakah akan menyudahi bisnis tersebut dan melanjutkan jalan hidup mereka masing-masing, atau tetap meneruskan Dagadu. Salah satu yang jadi pertimbangan adalah banyaknya pihak yang bergantung pada usaha Dagadu.
Mulai dari tukang jahit, tukang sablon, sampai mereka yang diminta bantu melipat pakaian sebelum dijual. Arief dan teman-temannya berpikir, jika Dagadu berakhir, bagaimana nasib mereka yang selama ini bergantung pada bisnis tersebut?
"Proses kreatif kami lakukan, tetapi produksi kan diserahkan kepada orang lain, konveksi dan beberapa orang yang bekerja pada kami. Ada yang pulang sekolah bantu melipat kaos, mengirim, dan sebagainya. Jadi, kami pikir kalau disudahi lalu kegiatan mereka apa?" sebut Arief.
Setelah dipertimbangkan bersama, keputusannya adalah melanjutkan Dagadu, dengan tidak mengesampingkan rencana masing-masing yang ingin meneruskan pendidikan, pindah ke daerah lain, dan sebagainya. Mereka sepakat Dagadu dijalankan oleh anggotanya yang tetap berada di Jogja, yakni Arief dan seorang pendiri lainnya.
"Saat itu juga kami berpikir memformalkan pertemanan kami jadi PT (perseroan terbatas)," ujar Arief.
Baca juga: Olah Pisang dengan Modal Rp 300.000, Kini Sri Raup Omzet Rp 500 Juta
Dari Dagadu ke DGD
Nama Dagadu sudah sangat kental dengan Jogja, dan manajemen juga memutuskan tidak akan membuka cabang di luar Jogja. Tantangan berikutnya yang muncul adalah bagaimana dengan pengembangan bisnisnya, jika cakupan wilayah saja terbatas hanya di Yogyakarta.
Arief membeberkan, strategi yang mereka pakai adalah dengan menelurkan brand-brand lain setelah Dagadu. Untuk brand yang masih berkaitan dengan Jogja, ada merek Dagadu Bocah, Dagadis, hingga Oblongpedia.
"Dagadu Bocah untuk anak-anak, kemudian ada serial Oblongpedia itu lebih kepada ensiklopedia tapi bentuknya oblong. Kami juga kembangkan brand di luar Dagadu, satu lagi yang kami kembangkan setahun lalu adalah DGD," kata Arief.
Khusus DGD, inspirasinya bersumber dari kekayaan alam dan budaya di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Jadi, tidak sebatas tentang Jogja, melalui brand DGD Arief dan teman-temannya bisa menghasilkan varian produk yang lebih luas tanpa menggeser posisi Dagadu yang sudah diasosiasikan dengan Jogja.
Baca juga: Sempat Dilarang Berbisnis, Pemuda Ini Raih Omzet Ratusan Juta dari Celana Jeans
Arief sempat memberi contoh desain pakaian DGD yang terinspirasi dari motif anyaman bambu daerah tertentu, sistem terasering, hingga keramaian pasar apung yang dilihat dari atas. Pendekatan yang dilakukan DGD juga lebih modern, menyesuaikan dengan pasar masa kini.
"Grafisnya lebih simpel dan modern. Jadi, brand itu harus punya keunikan dan positioning. Dagadu itu produk kreatif dari Jogja. Tantangannya memang di situ, kalau cuma di Jogja, bagaimana mengembangkan bisnisnya? Bisa dikembangkan, salah satunya dengan brand lain," tutur Arief.
Arief memproyeksikan DGD bisa dikembangkan ke luar Jogja atau secara nasional. Ke depan, pemasaran DGD juga akan digencarkan melalui plaform e-commerce.
Pada akhirnya, tidak lupa Arief berpesan tentang faktor kesukaan atau passion dalam menjalankan bisnis. Ketika ada berbagai tantangan dan hambatan, jika pengusaha memiliki passion di bidang tersebut, maka usaha itu bisa langgeng.
"Mulai dari apa yang kita senangi, dari ketertarikan. Itu sangat membantu saat awal proses perintisan, karena proses itu sulit, tidak semudah yang dibayangkan. Energi datang dari situ. Jangankan soal bisnis, untuk senang-senang yang enggak ada duitnya saja dilakukan," tutup Arief.
Baca juga: Tips Investasi Aman dari Armand Hartono, Putra Orang Terkaya di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.