Dia tak menyia-nyiakan tawaran tersebut. Berbekal keyakinan dan tabungan, Wawan berkompetisi di wilayah yang sama sekali tidak dia kenal. Untuk memuluskan keinginannya itu, dia merekrut tim pemenangan. Saksi-saksi juga untuk megawal proses pemungutan suara.
Untuk sosialisasi dan personal branding, Wawan sering menginap di rumah-rumah penduduk di Dapil yang akan dia wakili. Komunikasi dia lakukan secara intensif. Caranya, dengan menggelar berbagai pertemuan.
Namun di akhir pemilihan, dia harus tersingkir. “Saya habis Rp 2 miliar untuk kampanye kemarin,” ungkap dia.
Merasakan pahitnya kekalahan dalam kompetisi Pileg, Wawan memutuskan tidak lagi maju dalam kancah tersebut tahun depan.
Biaya Politik seperti Investasi?
Direktur Prajna Research Indonesia Sofyan Herbowo mengatakan biaya untuk branding politik memang tidak sedikit. Semakin rendah popularitas seseorang, biaya akan semakin mahal.
Hal lain yang juga menentukan murah-mahalnya modal maju sebagai caleg adalah tingkat literasi media. Semakin tinggi tingkat konsumsi media di suatu daerah, semakin murah biaya untuk pencalegan.
Dari riset yang selama ini telah dilakukan, Sofyan menyebutkan ada biaya minimal yang harus disiapkan oleh seorang caleg saat akan menghadapi Pileg. Adapun perinciannya sebagai berikut:
Calon anggota DPR RI : Rp 1 miliar-RP 2 miliar
Calon anggota DPRD Provinsi : Rp 500 juta-Rp 1 miliar
Calon anggota DPRD kabupaten/kota : Rp 250 juta-Rp 300 juta
“Biaya tersebut minimal sekali, dan bahkan kebutuhannya bisa lebih besar dari itu,” kata dia.
Sofyan menyebut, seorang public figure papan atas saat maju menjadi calon anggota DPR RI dari Dapil Jakarta, masih harus merogoh kantong sebesar Rp 2 miliar. Padahal dengan popularitasnya itu, secara teori orang tersebut bisa menekan biaya kampanye.
“Tapi nyatanya masih tetap harus mengeluarkan uang. Padahal Jakarta adalah salah satu wilayah yang political cost-nya rendah karena masyarakatnya sudah melek media,” jelas Sofyan.
Sementara itu Wawan mengungkapkan, rekannya yang sama-sama maju dalam Pileg 2014 di salah satu Dapil Jawa Tengah bahkan sampai mengeluarkan dana sekitar Rp 5 miliar. Dana itu sebagian besar digunakan untuk memasang baliho-baliho berukuran besar.
“Tapi dengan biaya sebesar itu, dia tetap kalah,” jelas Wawan.
Untuk tahun 2019, Wawan menyebut, biaya untuk maju sebagai caleg bisa lebih besar lagi dari 2014. Laju inflasi pastinya turut memengarui cost yang harus dikeluarkan.
Bagaimanapun, maju sebagai caleg memang membutuhkan dana besar. Jika biaya itu dianggap sebagai investasi, maka itu masuk dalam kategori high risk. Sedangkan untuk return-nya agak sedikit sulit “didefinisikan”.
High risk karena besar kemungkinan biaya yang telah dikeluarkan akan menguap begitu saja saat perolehan suara minim. Sementara itu untuk return, dalam politik memang susah diukur.
Terlepas dari return yang diperoleh seorang caleg, Sofyan berpendapat strategi kampanye dan positioning seorang caleg menjadi kunci bagi sebuah kemenangan. Dengan demikian, biaya investasi yang dikeluarkan selama kampanye benar-benar bisa membawa "kebahagiaan" dan "kegembiraan" bagi seorang caleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.