Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Pengaturan Industri Hasil Tembakau Masih Belum Maksimal

Kompas.com - 13/08/2018, 15:33 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute of Development for Economic and Finance (Indef) menilai bahwa pemerintah mesti mengeluarkan kebijakan atau peraturan yang mampu membuat industri hasil tembakau (IHT) tetap berlangsung.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menyatakan bahwa IHT merupakan salah satu industri nasional strategis yang perannya cukup besar terhadap perekonomian dalam negeri.

"Produk IHT ini hight regulated. Yang dihasilkan rokok tadi berasal dari regulasi. Mungkin harga yang membentuk ini, harga kemasan mahal. Satu batang rokok, tenaga kerja biaya dan lainnya mungkin hanya sekitar 20-an persen, 80 persennya regulasi cukai, PPN pajak," ujar Enny dalam diskusi bulanan Indef di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/8/2018).

Untuk saat ini, lanjut Enny, pengaturan kebijakan tentang IHT masih cukup pelik, padahal IHT merupakan satu-satunya jenis industri dengan kontribusi paling besar bagi pendapatan negara melalui cukai, pajak, dan lain-lain.

Adapun cukai adalah penerimaan negara terbesar ketiga yang 95 persen di antaranya didapat dari cukai hasil tembakau. Namun demikian, hal tersebut tak serta merta membuat segala kebijakan untuk mengatur IHT dapat secara mulus diterapkan dalam bisnis IHT itu sendiri.

Kebijakan-kebijakan seperti penerapan tarif cukai, PPN pajak rokok, hingga tarif bea masuk terhadap impor tembakau bahkan kerap menjadi polemik. Hal itu terjadi lantaran setiap tahun ada kebijakan baru yang harus diterapkan.

Salah satu kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146 Tahun 2017. Enny menilai bahwa PMK tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau.

Aturan ini sendiri tidak hanya menetapkan cukai hasil tembakau, tetapi juga memunculkan suatu peta jalan atau road map penyederhanaan struktur tarif cukai.

"Beban fiskal yang diberikan untuk industri ini relatif tinggi. Dan ini berpengaruh terhadap kenaikan dibandingkan dengan laba, GDP. Kenaikan tarif cukai, PPN, melampaui pertumbuhan GDP kita," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com