Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Indonesia Kurang Siap Menghadapi Kemajuan Teknologi Penerbangan

Kompas.com - 15/08/2018, 12:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bisa dibayangkan apa yang terjadi di tengah meruginya semua maskapai penerbangan, kedatangan pesawat baru justru tetap mengalir. Pertanyaan sederhana adalah, mau diparkir di mana pesawat-pesawat itu nanti?

Kondisi ini menjelaskan kepada kita semua bahwa memang kita belum siap menghadapi kemajuan teknologi, khususnya dalam bidang penerbangan.

Salah satu kunci dari kekeliruan terbesar dalam pengelolaan penerbangan di Tanah Air adalah ketidakkonsistenan kita pada regulasi, ketentuan, dan aturan yang berlaku.

Satu di antaranya yang dengan mudah dicek adalah ketaatan terhadap aturan jumlah jam terbang bagi para pilot dan "perebutan izin slot penerbangan" pada rute-rute gemuk. Contohnya pada kecelakaan pesawat terbang Air Asia rute Surabaya-Singapura di perairan laut Jawa, yang ternyata terbang tidak sesuai dengan jadwal hari yang diizinkan.

Di samping itu, tentu saja adalah tentang perencanaan strategis yang tidak pernah dibuat, terutama dalam hal menyikapi pertumbuhan penumpang yang cukup pesat.

Kelebihan jumlah penerbangan di Cengkareng yang dipindahkan begitu saja ke Lanud Halim dan bahkan kemudian dikembangkan lebih banyak lagi slot penerbangan di Halim.

Kita menyaksikan pula ketertinggalan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur penerbangan yang sekarang ini tengah dihadapi.

Bila keadaan ini terus berlangsung tanpa ada tindakan korektif yang tepat, dapat dipastikan nantinya semua maskapai penerbangan akan terkapar, kecuali maskapai yang "bermodal besar".

Akankah kita akan menyaksikan nanti, di Indonesia hanya ada satu maskapai penerbangan yang sanggup bertahan dengan kapital besar? Hanya sang waktu yang akan mampu menjawabnya.

Yang harus diingat adalah sistem penerbangan nasional kita merupakan subsistem dari sistem penerbangan global. Bila kita dinilai tidak sanggup mengelola penerbangan kita sendiri, orang luar yang akan datang untuk "mengelolanya". Artinya, bila maskapai penerbangan nasional gulung tikar, maskapai asing atau setengah asing akan berjaya di udara Indonesia.

Sekali lagi, penyebab utama adalah kekurangsiapan kita dalam menyongsong kemajuan teknologi di bidang penerbangan.

Kita tidak memiliki sebuah institusi yang khusus mengelola dan menangani soal-soal penerbangan yang sifatnya "lintas sektoral" sekali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com