Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Skema Pendanaan Energi Terbarukan Indonesia Pasca-Piagam Paris

Kompas.com - 23/08/2018, 11:10 WIB
Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah ambang batas, hingga tahun 2030.

Ini karena Indonesia masuk dalam lima besar penghasil emisi dunia di bawah China, Amerika Serikat, India, dan Rusia. Penurunan emisi tersebut, dilakukan dengan mengambil langkah di bidang energi berupa pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif.

Selain itu, Indonesia juga punya target peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari konsumsi energi nasional hingga 2025.

Niat Indonesia untuk mengurangi emisi tercermin dalam Intended Nationally Determined Controbution (INDC) merujuk Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang dihasilkan dalam Confrence of Parties (COP) 21 di Paris pada 2015.

Piagam Paris diakui banyak pihak sebagai kesepakatan fenomenal, di mana negara-negara dunia bersepakat dan terikat secara hukum guna memerangi dampak perubahan iklim.

Bagaimana Realisasinya?

Meski perlahan, Indonesia sesunguhnya sudah menjalankan kesepakatan internasional tersebut. Target 23 persen Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga 2025 saat ini sudah menyentuh 12 persen, masih menyisakan delapan tahun.

Studi dari Kementerian ESDM menyebutkan untuk mencapai target 23 persen Indonesia mumbutuhkan dana sebanyak Rp 1,600 triliun menurut laporan Tim Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan (P2EBT), 2016.

Presiden Joko Widodo mengakui pembangunan proyek pembangkit listrik EBT lebih mahal dibanding pembangkit listrik tenaga fosil namun semakin lama akan murah.

"Biaya produksi pembangkit listrik berbahan bakar energi baru dan terbarukan bisa lebih murah ketimbang pembangkit listrik tenaga fosil karena ini tidak ada suplai, misalnya PLTU, setiap hari kita bakar batu bara, ini tidak," ujar Jokowi di sela-sela peresmian PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018).

Presiden mendorong pembangkit EBT di seluruh tanah air terus dipacu agar target 23 persen hingga 2025 dapat dicapai.

Almo Pradana, Manajer Energi dan Iklim, World Resources Institute Indonesia (WRI), dalam wawancaranya dengan Kompas.com, Selasa (21/8/2018) menyebut awal 2015, pemerintah sudah mencabut subsidi BBM jenis premium. Kini, subsidi yang tersisa adalah subsidi BBM jenis solar, elpiji, serta listrik.

"Kebijakan subsidi BBM jenis solar saat ini tetap dalam segi jumlah, walaupun harga solar dunia naik, jumlah subsidi yang diberikan untuk solar tidak akan ikut naik. Pencabutan subsidi BBM ini dilakukan bukan semata-mata untuk beralih ke energi terbarukan, melainkan untuk menghemat beban pengeluaran negara sehingga dana bisa dialokasikan ke sektor yang lebih produktif," ujar Almo Pradana Selasa (21/8/2018).

Ia menegaskan, walaupun ada pencabutan subsidi bahan bakar fosil, namun hingga kini belum ada subsidi khusus dari pemerintah untuk energi terbarukan.

Ia menjelaskan, pendanaan untuk EBT disalurkan melalui dana alokasi untuk Kementerian Energti Sumber Daya Menieral (ESDM) dan dana untuk pengembangan energi terbarukan yang ada di PLN.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com